Perekonomian di
Indonesia secara nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan
berkembang (Marcellina, 2012). Selanjutnya (Marcellina, 2012) menyatakan UMKM
juga merupakan usaha yang kuat menghadapi situasi ekonomi yang sulit, terlihat
saat krisis ekonomi melanda Asia pada 1997 lalu. Pada saat usaha-usaha besar
tidak bisa beroperasional karena meningkatnya biaya produksi sebagai dampak krisis
ekonomi dan moneter, justru UMKM tetap berdiri serta mampu menciptakan laba dan
mengisi kas penerimaan Negara.
Namun demikian
perkembangan UMKM umumnya masih mengalami
berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan.
Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UMKM
antara lain adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses
sumber permodalan. Modal yang diperlukan untuk mengembangkan usaha kecil
menengah dan koperasi lebih banyak mengandalkan modal pribadi dan perputaran
hasil usaha yang diperoleh.
Menurut Desanto (2007)
menambah modal bagi industri kecil bukan hal yang mudah. Bagi pengusaha kecil
menengah meminjam uang di Bank selain harus menanggung bunga cukup tinggi juga
melalui prosedur yang tidak mudah. Selain itu tidak adanya jaminan anggunan
merupakan alasan utama bagi sebagian besar UMKM untuk tidak mengajukan
permohonan kredit kepada perbankan, UMKM dengan segala keterbatasannya masih
sulit untuk meraih modal dari sumber-sumber modal lembaga-lembaga keuangan
non-bank seperti koperasi atau rentenir. Namun dari sisi yang lain ada beberapa
lembaga keuangan yang menyalurkan kredit untuk usaha mikro seperti BPR, BRI
Unit, Koperasi, Pegadaian, BMT, Kelompok Arisan, dan simpan-pinjam (Nuswantara,
2005).
Sedangkan menurut Bank
Indonesia dampak dari pemberian kredit untuk usaha berpengaruh positif terhadap
perkembangan UMKM yang tercermin dari peningkatan pendapatan, omzet, dan
keuntungan. Selain itu, pemberian kredit UMKM ini juga memberikan dampak
positif terhadap peningkatan kesejahteraan individu yang bekerja di UMKM.
Permasalahan Usaha Mikro
Sebagaimana dimaklumi
bahwa perkembangan usaha dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal
maupun eksternal perusahaan. Salah satu faktor internal yang cukup berperan
besar dalam mempengaruhi perkembangan usaha termasuk UMKM adalah modal untuk investasi
maupun modal kerja. Kesulitan memperoleh modal merupakan masalah klasik yang
masih menghantui UMKM di Indonesia selama ini. Menurut Tulus (2002) dalam
Afifah (2012), beberapa permasalahan yang sering dihadapi UMKM, khususnya
industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) antara lain:
Kesulitan pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi
perkembangan UMKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran
adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa
buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor.
Keterbatasan finansial
UMKM khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial:
mobilisasi modal awal ( start-up capital ) dan akses ke modal kerja dan finansial
jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output
jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal sendiri
atau sumber-sumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering tidak
cukup untuk kegiatan produksi.
Keterbatasan sumber
daya manusia (SDM) Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius
bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek
manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, organisasi bisnis, akuntansi,
teknik pemasaran, dan penelitian pasar.
4.Masalah bahan baku Keterbatasan bahan baku dan
input-input lainnya juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi
pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil
di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas
serta harga bahan baku yang tinggi.
Keterbatasan teknologi
Keterbatasan teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro), disebabkan
oleh banyak faktor di antaranya, keterbatasan modal investasi untuk membeli
mesin-mesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan
informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat
produksi baru.
Kredit Mikro adalah
kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro, baik langsung maupun tidak langsung, yang
dimiliki dan dijalankan oleh penduduk
miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut Badan Pusat Statistik, dengan
plafon kredit maksimal Rp 50 juta.
-
Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Budaya Bangsa
Perkembangan industri
kreatif di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Itu telah menjadi
pilihan utama untuk para wirausaha untuk memulai bisnis dan mengembangkan
produk. Hal ini terbukti dengan meningkatnya devisa yang bersumber dari 14
sektor ekonomi dari industri kreatif.
Sebagai instansi
keuangan yang mendukung prinsip bisnis berkelanjutan, PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk (BNI) memberi perhatian khusus terhadap perkembangan sektor
industri kreatif. BNI meyakini industri kreatif akan memacu tumbuhna
nilai-nilai ekonomi baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya
sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Aturan birokrasi yang
kaku dinilai menghambat perkembangan industri kreatif. Bahkan, kepercayaan
perbankan untuk memberikan pinjaman modal juga masih minim sehingga masalah permodalan
menjadi batu sandungan para pelaku industri kreatif. dalam rangka untuk
meningkatkan perkembangan industry kreatif maka diperlukan modal yang cukup
besar mengingat mayoritas dari pelaku industry ini adalah usaha mikro, kecil
dan menengah.
Dana ke Industri Kreatif Masih
Kecil
Berdasarkan data Bank
Indonesia, jumlah penyaluran kredit untuk industri kreatif tercatat per Agustus
2014 mencapai Rp 115,4 triliun atau hanya sebesar 17,4% dari total penyaluran
kredit. Eni V. Panggabean, Kepala Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan
UMKM BI, mengatakan porsi industri
kreatif hanya mencapai
9,76%. Oleh karena
itu pihaknya menuturkan bahwa diperlukan peran
perbankan untuk mendorong
sektor ini. Untuk mendorong UMKM, pada tahun depan Bank
Indonesia akan memberikan pelatihan pencatatan kepada para pelaku UMKM.
Sulistyawati, Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan,
memaparkan bahwa industri kreatif sudah ada sejak lama namun perhatian
pemerintah ke sektor tersebut masih rendah. Industri kreatif di Indonesia
memerlukan nilai tambah agar dapat menjual produknya tersebut. M. Iqbal
Alamsyah, Direktur Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Media, mengatakan
ekonomi kreatif berpotensi untuk membantu sektor perpajakan. Iqbal berharap
pada pemerintahan kali ini akan dibentuk badan yang menangani dan mengelola
kreatif.
Industri kreatif - sebagai
industri yang berbasis pemanfaatan kreativitas, keterampilan, daya kreasi,
serta bakat individu dipastikan menjadi sektor usaha po-tensial yang akan terus
berkelanjutan. Pasalnya, sektor industri ini mengandalkan energi dan kekayaan
intelektual manusia yang tidak akan pernah habis dan senantiasaterbarukan.
Pengembangan industri
kreatif, khususnya yang berbasis karya budaya bangsa, semes tinyamenjadi
tanggungjawab bersama antara pemerintah, swasta, masyarakat, maupun pelaku
industri kreatif itu sendiri. Sebagai instansi keuangan yang mendukung prinsip
bisnis berkelanjutan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) memberi
perhatian khusus terhadap perkembangan sektor industri kreatif. BNI meyakini
industri kreatif akan memacu tumbuhnya nilai-nilai ekonomi baru dan
meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya sektor usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM).
Kampoeng BNI merupakan
bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BNI yang dirintis se j
ak 2007. Sejak tahun lalu, kata Gatot, pelaksanaan Program Kemitraan BNI.
difokuskan kepada pembentukan Kampoeng BNI di bidang industri kreatif. Talenta,
ketekunan, daya kreasi dan inovasi sangat penting dalam pengembangan industri
kreatif tenun songket ini.
Tanpa meninggalkan ciri
khas tenun tradisional, para pera j in harus mengikuti selera pasar yang terus
berkembang. Sebab itu, BNI menggandeng Cita Tenun Indonesia (CTI) sebagai
pemberi pelatihan dan pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan
infrastruktur. Berdasarkan survei CTI sejak 2009, pada dasarnya pe-nenun kain
songket di Desa Muara Penimbung sudahterampil dalam pembuatan kain.
Namun, terdapat
beberapa kekurangan seperti kurang rapi, warna kain yang luntur, dan metode
pewarnaan yang kurang tepat. Karenanya, sejak 2009 CTI telah memberikan
sekurangnya empa kali pelatihan bagi perajin tenun dengan tujuan meningkatkan
mutu agar tercipta produk yang lebih baik, lebih rapi, dengan desain variatif
dan warna tidak luntur. Sejauh ini para perajin tenun Desa Muara Penimbung
telah mengkreasikan tenun songket menjadi pakaian, sajadah, dan hiasan interior
seperti sarung bantal, hiasan dinding, dan tempat majalah. Corak dan motifnya
pun sudah bervariasi.inda ini"
Strategi Pengembangan
UMKM
Untuk itu dalam rangka
lebih mengembangkan UMKM, maka ada beberapa startegi yang dapat dilakukan
antara lain adalah:
Mengoptimalkan peran
KKMB dalam membina dan melakukan pendampingan para UMKM prospek yang akan
mengajukan permohonan kredit usaha
Mensosialisasikanpembiayaan
bagi hasil atau modal ventura
Meningkatkan peran
serta lembaga penjamin kredit untuk para UMKM prospek yang terbentur akan
adanya persyaratan agunan. Diharapkan dengan dilaksanakannya strategi-strategi
di atas, para UMKM prospek tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal pengajuan
kredit modal usaha dari Lembaga Penyalur Kredit.
Pemberdayaan UMKM Dalam Perekonomian
Pemberdayaan usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis
dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian
terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan
mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk
memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran
makro, meso dan mikro yang meliputi:
penciptaan iklim usaha
dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin
kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi;
pengembangan sistem
pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif
sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya,
terutama sumber daya lokal yang tersedia;
pengembangan
kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM);
pemberdayaan usaha
skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam
kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama
yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi
untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun
efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.
Kedudukan UMKM di Indonesia
Kedudukan UKM dalam
perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :
1. Kedudukannya sebagai
pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor;
2. Penyedia lapangan
kerja yang terbesar;
3. Pemain penting dalam
pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat;
4. Pencipta pasar baru
dan inovasi; serta
5. Sumbangan dalam
menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.
Secara garis besar
kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan
menggerakkan sektor ekonomi rakyat dan koperasi untuk pemulihan produksi dan
distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir
tahun 1999 upaya ini secara meluas didukung dengan penyediaan berbagai skema
kredit
program yang kemudian
mengalami kemacetan. Sejak 2000 dengan keluarnya UU 25 tentang PROPENAS secara
garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok
yaitu ;
1. Penciptaan iklim
kondusif,
2. Meningkatkan akses
kepada sumberdaya produktif, dan
3. Pengembangan
kewirausahaan.