Kamis, 07 Mei 2015

Pengaruh penyaluran kredit mikro terhadap perkembangan Industri di Indonesia

Perekonomian di Indonesia secara nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang (Marcellina, 2012). Selanjutnya (Marcellina, 2012) menyatakan UMKM juga merupakan usaha yang kuat menghadapi situasi ekonomi yang sulit, terlihat saat krisis ekonomi melanda Asia pada 1997 lalu. Pada saat usaha-usaha besar tidak bisa beroperasional karena meningkatnya biaya produksi sebagai dampak krisis ekonomi dan moneter, justru UMKM tetap berdiri serta mampu menciptakan laba dan mengisi kas penerimaan Negara.

Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami  berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UMKM antara lain adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Modal yang diperlukan untuk mengembangkan usaha kecil menengah dan koperasi lebih banyak mengandalkan modal pribadi dan perputaran hasil usaha yang diperoleh.

Menurut Desanto (2007) menambah modal bagi industri kecil bukan hal yang mudah. Bagi pengusaha kecil menengah meminjam uang di Bank selain harus menanggung bunga cukup tinggi juga melalui prosedur yang tidak mudah. Selain itu tidak adanya jaminan anggunan merupakan alasan utama bagi sebagian besar UMKM untuk tidak mengajukan permohonan kredit kepada perbankan, UMKM dengan segala keterbatasannya masih sulit untuk meraih modal dari sumber-sumber modal lembaga-lembaga keuangan non-bank seperti koperasi atau rentenir. Namun dari sisi yang lain ada beberapa lembaga keuangan yang menyalurkan kredit untuk usaha mikro seperti BPR, BRI Unit, Koperasi, Pegadaian, BMT, Kelompok Arisan, dan simpan-pinjam (Nuswantara, 2005).

Sedangkan menurut Bank Indonesia dampak dari pemberian kredit untuk usaha berpengaruh positif terhadap perkembangan UMKM yang tercermin dari peningkatan pendapatan, omzet, dan keuntungan. Selain itu, pemberian kredit UMKM ini juga memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan individu yang bekerja di UMKM.

Permasalahan Usaha Mikro

Sebagaimana dimaklumi bahwa perkembangan usaha dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal perusahaan. Salah satu faktor internal yang cukup berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan usaha termasuk UMKM adalah modal untuk investasi maupun modal kerja. Kesulitan memperoleh modal merupakan masalah klasik yang masih menghantui UMKM di Indonesia selama ini. Menurut Tulus (2002) dalam Afifah (2012), beberapa permasalahan yang sering dihadapi UMKM, khususnya industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) antara lain:

Kesulitan pemasaran Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor.
Keterbatasan finansial UMKM khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal ( start-up capital ) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal sendiri atau sumber-sumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering tidak cukup untuk kegiatan produksi.
Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, organisasi bisnis, akuntansi, teknik pemasaran, dan penelitian pasar.
4.Masalah bahan baku Keterbatasan bahan baku dan input-input lainnya juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas serta harga bahan baku yang tinggi.

Keterbatasan teknologi Keterbatasan teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro), disebabkan oleh banyak faktor di antaranya, keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat produksi baru.
Kredit Mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro,  baik langsung maupun tidak langsung, yang dimiliki dan dijalankan oleh  penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut Badan Pusat Statistik, dengan plafon kredit maksimal Rp 50 juta.


-         Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Budaya Bangsa

Perkembangan industri kreatif di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Itu telah menjadi pilihan utama untuk para wirausaha untuk memulai bisnis dan mengembangkan produk. Hal ini terbukti dengan meningkatnya devisa yang bersumber dari 14 sektor ekonomi dari industri kreatif.

Sebagai instansi keuangan yang mendukung prinsip bisnis berkelanjutan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) memberi perhatian khusus terhadap perkembangan sektor industri kreatif. BNI meyakini industri kreatif akan memacu tumbuhna nilai-nilai ekonomi baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Aturan birokrasi yang kaku dinilai menghambat perkembangan industri kreatif. Bahkan, kepercayaan perbankan untuk memberikan pinjaman modal juga masih minim sehingga masalah permodalan menjadi batu sandungan para pelaku industri kreatif. dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan industry kreatif maka diperlukan modal yang cukup besar mengingat mayoritas dari pelaku industry ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah.
Dana ke Industri Kreatif Masih Kecil
Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah penyaluran kredit untuk industri kreatif tercatat per Agustus 2014 mencapai Rp 115,4 triliun atau hanya sebesar 17,4% dari total penyaluran kredit. Eni V. Panggabean, Kepala Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI, mengatakan   porsi   industri   kreatif   hanya   mencapai   9,76%.   Oleh   karena   itu   pihaknya menuturkan   bahwa diperlukan   peran   perbankan   untuk   mendorong   sektor   ini.   Untuk mendorong UMKM, pada tahun depan Bank Indonesia akan memberikan pelatihan pencatatan kepada para pelaku UMKM. Sulistyawati, Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan, memaparkan bahwa industri kreatif sudah ada sejak lama namun perhatian pemerintah ke sektor tersebut masih rendah. Industri kreatif di Indonesia memerlukan nilai tambah agar dapat menjual produknya tersebut. M. Iqbal Alamsyah, Direktur Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Media, mengatakan ekonomi kreatif berpotensi untuk membantu sektor perpajakan. Iqbal berharap pada pemerintahan kali ini akan dibentuk badan yang menangani dan mengelola kreatif.


Industri kreatif - sebagai industri yang berbasis pemanfaatan kreativitas, keterampilan, daya kreasi, serta bakat individu dipastikan menjadi sektor usaha po-tensial yang akan terus berkelanjutan. Pasalnya, sektor industri ini mengandalkan energi dan kekayaan intelektual manusia yang tidak akan pernah habis dan senantiasaterbarukan.
Pengembangan industri kreatif, khususnya yang berbasis karya budaya bangsa, semes tinyamenjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, swasta, masyarakat, maupun pelaku industri kreatif itu sendiri. Sebagai instansi keuangan yang mendukung prinsip bisnis berkelanjutan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) memberi perhatian khusus terhadap perkembangan sektor industri kreatif. BNI meyakini industri kreatif akan memacu tumbuhnya nilai-nilai ekonomi baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Kampoeng BNI merupakan bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BNI yang dirintis se j ak 2007. Sejak tahun lalu, kata Gatot, pelaksanaan Program Kemitraan BNI. difokuskan kepada pembentukan Kampoeng BNI di bidang industri kreatif. Talenta, ketekunan, daya kreasi dan inovasi sangat penting dalam pengembangan industri kreatif tenun songket ini.
Tanpa meninggalkan ciri khas tenun tradisional, para pera j in harus mengikuti selera pasar yang terus berkembang. Sebab itu, BNI menggandeng Cita Tenun Indonesia (CTI) sebagai pemberi pelatihan dan pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan infrastruktur. Berdasarkan survei CTI sejak 2009, pada dasarnya pe-nenun kain songket di Desa Muara Penimbung sudahterampil dalam pembuatan kain.
Namun, terdapat beberapa kekurangan seperti kurang rapi, warna kain yang luntur, dan metode pewarnaan yang kurang tepat. Karenanya, sejak 2009 CTI telah memberikan sekurangnya empa kali pelatihan bagi perajin tenun dengan tujuan meningkatkan mutu agar tercipta produk yang lebih baik, lebih rapi, dengan desain variatif dan warna tidak luntur. Sejauh ini para perajin tenun Desa Muara Penimbung telah mengkreasikan tenun songket menjadi pakaian, sajadah, dan hiasan interior seperti sarung bantal, hiasan dinding, dan tempat majalah. Corak dan motifnya pun sudah bervariasi.inda ini"


Strategi Pengembangan UMKM
Untuk itu dalam rangka lebih mengembangkan UMKM, maka ada beberapa startegi yang dapat dilakukan antara lain adalah:

Mengoptimalkan peran KKMB dalam membina dan melakukan pendampingan para UMKM prospek yang akan mengajukan permohonan kredit usaha
Mensosialisasikanpembiayaan bagi hasil atau modal ventura
Meningkatkan peran serta lembaga penjamin kredit untuk para UMKM prospek yang terbentur akan adanya persyaratan agunan. Diharapkan dengan dilaksanakannya strategi-strategi di atas, para UMKM prospek tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal pengajuan kredit modal usaha dari Lembaga Penyalur Kredit.

Pemberdayaan UMKM Dalam Perekonomian

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi:
penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi;
pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia;
pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM);
pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.

Kedudukan UMKM di Indonesia

Kedudukan UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :

1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor;
2. Penyedia lapangan kerja yang terbesar;
3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat;
4. Pencipta pasar baru dan inovasi; serta
5. Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.

Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan menggerakkan sektor ekonomi rakyat dan koperasi untuk pemulihan produksi dan distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara meluas didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit
program yang kemudian mengalami kemacetan. Sejak 2000 dengan keluarnya UU 25 tentang PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok yaitu ;

1. Penciptaan iklim kondusif,
2. Meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan
3. Pengembangan kewirausahaan.