Sabtu, 29 Maret 2014

Makalah Pendidikan Kewarga Negaraan




“MAKALAH  PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN”


Pembuatan Makalah  ini adalah sebagaimana tugas yang telah diberikan dimana materi yang pertama adalah  Materi Pendidikan Kewarganegaraan . Dan setiap materi yang saya susun semoga sesuai dengan apa yang diharapkan.

Ditulis oleh : Abram Prima Evriatus






UNIVERSITAS GUNADARMA
2013-2014

Kata Pengantar :

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, atas karunia-Nya lah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam implementasi kewarganegaraan dan kemasyarakatan.
            Betapa pentingnya mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Disamping karena Pancasila adalah ideologi bangsa kita, nilai-nilainya pun telah lama mendarah daging di tubuh semua rakyat Indonesia. Maka dari itu, melalui makalah ini, kami harap kita lebih bisa menghargai dan bisa mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari.
            Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.




PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

1.1  Latar Belakang

            Pendidikan Kewarganegaraan adalah Unsur Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara upaya sadar yang ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan, menanamkan wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. 
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
            Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
            Kep. Mendikbud No. 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi”.
            Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000 materi Pendidikan Kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga dimembahas tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
            Latar Belakang,Maksud dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya.Selaku warga masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarka sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.
            Dalam kehidupan kampus di seluruh perguruan tinggi indonesia,harus dikembangkan menjadi lingkungan ilmiah yang dinamik ,berwawasan budaya bangsa,bermoral keagamaan dan berkepribadian indonesia.Untuk pembekalan kepada para mahasiswa di indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-nilai,sikap dan kepribadian,diandalkan kepada pendidikan pancasila,Bela Negara,Ilmu Sosial Dasar,Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai latar aplikasi nilai dalma kehidupan,yang disebut Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK).


            Sebagai  warga  Negara  dan  masyarakat, setiap  manusia  Indonesia  mempunyai kedudukan,  hak  dan  kewajiban  yang sama,  Yang  pokok  adalah  bahwa  setiap orang haruslah  terjamin  haknya  untuk mendapatkan  status  kewarganegaraan, sehingga  terhindar  dari  kemungkinan menjadi  ‘stateless’  atau  tidak berkewarganegaraan.  Tetapi  pada  saat yang  bersamaan,  setiap  negara  tidak boleh  membiarkan  seseorang  memilki  dua status  kewarganegaraan  sekaligus.  Itulah sebabnya  diperlukan  perjanjian kewarganegaraan   antara  negara-negara modern  untuk  menghindari  status  dwi-kewarganegaraan  tersebut.  Oleh  karena itu,  di  samping  pengaturan kewarganegaraan  berdasarkan  kelahiran dan  melalui  proses  pewarganegaraan (naturalisasi)  tersebut,  juga  diperlukan mekanisme  lain  yang  lebih  sederhana, yaitu  melalui  registrasi  biasa.

Indonesia  sebagai  negara  yang  pada dasarnya  menganut  prinsip  ‘ius sanguinis’,  mengatur  kemungkinan warganya  untuk  mendapatkan  status kewarganegaraan  melalui  prinsip kelahiran.  Sebagai  contoh  banyak  warga keturunan  Cina  yang  masih berkewarganegaraan  Cina  ataupun  yang memiliki  dwi-kewarganegaraan  antara Indonesia  dan  Cina,  tetapi  bermukim  di Indonesia  dan  memiliki  keturunan  di Indonesia.  Terhadap  anak-anak  mereka ini  sepanjang  yang  bersangkutan  tidak berusaha  untuk  mendapatkan  status kewarganegaraan  dari  negara  asal orangtuanya,  dapat  saja  diterima  sebagai warganegara  Indonesia  karena  kelahiran. Kalaupun  hal  ini  dianggap  tidak  sesuai dengan  prinsip  dasar  yang  dianut, sekurang-kurangnya  terhadap  mereka  itu dapat  dikenakan  ketentuan  mengenai kewarganegaraan  melalui  proses  registrasi biasa,  bukan  melalui  proses  naturalisasi yang  mempersamakan  kedudukan  mereka sebagai  orang  asing  sama  sekali.


1.2  Latar Belakang Masalah


            Pendidikan kewarganegaraan sangatlah penting untuk dipelajari oleh semua kalangan. Oleh sebab itu, pendidikan Nasional Indonesia menjadikan pendidikan kewarganegaraan sebagai pelajaran pokok dalam lima status.

Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai sutuan crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait Serta kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu negara. Tanpa status kewarganegaraan seorang warga negara tidak akan diakui oleh sebuah negara. Dan dalam makalah ini kami akan sedikit menjelaskan tentang masalah kewarganegaraan, agar warga negara Indonesia paham dan mengerti apa itu kewarganegaraan. Hal ini disebabkan karena di-era sekarang ini banyak warga negara yang tidak mengetahui dan memahami tentang kewarganegaraan.

            Warganegara: warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan (supaya dibedakan dengan kewarganegaraan & pewarganegaraan) pasal l UU No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI) Warganegara Indonesia menurut Pasal 4 UU No. 12 

            Yang  akan  dibahas  dalam  makalah  ini adalah  tentang  pendidikan kewrganegaraan. Yang  mana  merupakan dasar  bagi  kita  seorang  warga  Negara, agar  mengetahui  batasan-batasan kewarganegaraan  danperolehan  hak  dan kewajiban  seorang  warga  negara,

 yang  di harapkan  akan  menentukan  langkah-langkah  kita  dalam  upaya  bela  negara.

BAB II

PERMASALAHAN

·         Apakah yang dimaksud dengan kewarganegaraan ?

·         Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara ?

·         Sebutkan aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara ?

·         Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara ?

·         Sebutkan persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan, Budaya dan Suku ?

·         Sebutkan Penerapan prinsip persamaan kedudukan warga negara ?













                                                                     BAB III

                                                              PEMBAHASAN


 2.1 KEWARGANEGARAAN


2.1.1 PANGERTIAN


            Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atauwarga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.


            Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.


            Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi “kewarganegaraan aktif”, seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.

2.1.2 WARGA NEGARA INDONESIA


            Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah :

1.                   setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.

2.                   anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI

3.                   anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya

4.                   anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut

5.                   anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI

6.                   anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI

7.                   anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin

8.                   anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.

9.                   anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui

10.                anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya

11.                anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan

12.                anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi :

1.                   anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing

2.                   anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan

3.                   anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia

4.                   anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.

Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:

1.                   Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia

2.                   Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia

            Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).

2.2 KEDUDUKAN WARGA NEGARA DI NEGARA INDONESIA


            Dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
            Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia.

            Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.

            Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain.
            Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.

            Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
            Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.

2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga Negara


1. Landasan yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara
a.  Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)

b.  Jaminan Persamaan Hidup (Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia yang dapat dilestarikan :

1.                   Nilai Religius

2.                   Nilai Gotong Royong

3.                   Nilai Ramah Tamah

4.                   Nilai Cinta Tanah Air

c.   Jaminan Persamaan Hidup dalam Konstitusi Negara  Jaminan persamaan hidup warga Negara di dalam konstitusi negara adalah :

1.                   Pembukaan UUD 1945 alinea 1

2.                   Sila-sila Pancasila

3.                   UUD 1945 dan peraturan peundangan lainnya

2.Berbagai Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara
a.       Bidang Politik

Kewajiban bela negara terhadap keberadaan dan kelangsungan NKRI
Pengembangan sistem politik nasional yang demokratis, termasuk penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.
Meningkatkan partai politik yang mandiri dengan pendidikan kaderisasi yang intensif dan komprehensif.
Memperketat dan menetapkan prinsip persamaan dan antidiskriminasi dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara.

b. Bidang Ekonomi

1.                   Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan negara

2.                   Persamaan kedudukan di bidang ekonomi untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan bersaing sehat, efisien, produktif, berday saing, serta mengembangkan kehidupan yang layak anggota masyarakat.

c. Bidang Hukum
- Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
d.      Bidang Sosial-Budaya

·                     Persamaan kedudukan di bidang sosial-budaya di antaranya :

- memperoleh pelayanan kesehatan
- kebebasan mengembangkan diri
- memperoleh pendidikan yang bermutu
- memelihara tatanan sosial.

3.Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara

·                     Menghargai dan menghormati kedudukan individu dengan tidak menonjolkan perbedaan yang ada

·                     Menjaga tali persaudaraan dalam suatu lingkungan

·                     Negara menjamin persamaan kedudukan warga Negara, sehingga setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama

·                     Tidak memicu konflik yang disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan atau membangga-banggakan agama/ras/golongan pribadi

·                     Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

·                     Tidak mengambil hak-hak milik orang lain

2.2.2  Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan, Budaya dan Suku  Berikut upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara   :

 1.                   Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai pluralitas

2.                   Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan serta dalam pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan antar sesama.

3.                   Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin persamaan warga Negara

4.                   Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender

Penerapan prinsip persamaan kedudukan warga negara antara lain :

·                     Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain

·                     Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

·                     Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin kedudukan social, warna kulit dsb

·                     Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain

·                     Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama

·                     Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban

·                     Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.



                                                                         BAB IV
                                                                      PENUTUP

3.1 KESIMPULAN



            Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.

            Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.


            Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan negara
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.

3.2    SARAN DAN KRITIKAN


            Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam penyusunan makalah ini yang membahas tentang kewarganegaraan masih jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi penyajian materinya.
            Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing atau dosen yang terlibat dalam penyusunan makalah ini yang bersifat kousteuktif dan bersifat komulatif sangat kami harapkan supaya dalam penugasan makalah yang akan datang lebih baik dan lebih sempurna.

Berikut upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara   :

Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai pluralitas

Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan serta dalam pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan sara, gender, budaya

Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin persamaan warga Negara

Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar