Jumat, 26 April 2013

Organisasi Non Pemerintah

Organisasi Non-Pemerintah, Masyarakat, dan Negara dalam Konteks Globalisasi

Organisasi Non-Pemerintah (Ornop/LSM) adalah perwujudan masyarakat sipil, yang menjadi jembatan antara keluarga dan negara.[1] Ornop juga diharapkan mampu mewakili kepentingan rakyat dan menyampaikannya kepada negara,[2] dan memang selama ini sepertinya ornop mengambil alih tugas negara dalam hal pemberdayaan masyarakat terutama soal kemiskinan dan pendidikan.[3]
Di negara-negara berkembang, khususnya mereka yang tersapu gelombang demokratisasi, liberalisasi di bidang politik ternyata juga diikuti dengan liberalisasi di bidang ekonomi, di saat yang bersamaan, globalisasi telah membawa kebijakan-kebijakan neo-liberal bersamaan dengan gelombang demokratisasi tersebut. Kebijakan-kebijakan ekonomi neo-liberal ini kemudian menyebabkan mengecilnya peran negara, terutama pada sektor pembiayaan publik, padahal demokratisasi hanya dapat berkelanjutan pada masyarakat yang sejahtera, sebagaimana yang diteorikan oleh Lipset. Ketika masyarakat dipaksa untuk bersaing dalam kondisi pasar bebas dengan segala keterbatasan mereka, negara membiarkan korporasi raksasa asing berkeliaran diwilayahnya atas nama liberalisasi ekonomi. Kondisi yang demikian dipotret oleh Sangeeta Kamat untuk mendefinisikan ulang peran ornop dalam masyarakat.



Menurut Kamat, ornop ,dalam konteks global, tidak memiliki perbedaan dengan pemerintahan, gerakan sosial, dan bahkan korporasi multinasional dalam merepresentasikan kepentingan masyarakat.[4] Dalam situasi yang demikian ornop harus bersaing lebih keras dalam memperjuangkan kepentingannya, karena baik pemerintahan maupun korporasi dapat dengan mudah memasukan kepentingannya atas nama masyarakat dengan membentuk ornop yang serupa tapi membawa kepentingan mereka (pemerintah dan korporasi).[5] Hal tersebut adalah bagian dari strategi aktor kebijakan global dalam memasukan peran ornop untuk memajukan agenda ekonomi dari institusi mereka.
Sedangakan strategi lainnya adalah melakukan depolitisasi pembangunan lokal, sehingga ornop mengubah orientasinya dari penyadaran akan hak dan peranan masyarakat untuk berpartisipasi dalam ranah politik lokal maupun nasional, menjadi sekedar pemberdayaan masyarakat miskin agar mereka dapat bersaing dalam sistem ekonomi pasar. Peran advokasi dan pemberdayaan tersebut bukannya tidak baik, tetapi pemberdayaan masyarakat miskin adalah tugas negara, dan ornop seharusnya mampu membuat masyarakat memaksa negara melakukan hal tersebut, jika tugas itu diambil oleh ornop, maka sesungguhnya masyarakat miskin akan semakin terpinggirkan dalam ranah politik, partisipasi mereka hanya sebatas pemilu, dan proses politik akan didominasi oleh kelompok elit.


Apa yang dikemukakan oleh Kamat ada benarnya. Jika ornop mengambil alih peran negara dalam hal pemberdayaan masyarakat miskin, mereka akan terpinggirkan dari proses politik, padahal melalui proses politiklah setiap kebijakan dibuat. Seharusnya ornop tidak terjebak dalam permainan aktor kebijakan global, dan mampu mendorong masyarakat dan memaksa pemerintah untuk melibatkan komponen yang lebih luas lagi dalam pembuatan kebijakan

.
Di Indonesia, demokratisasi menyebabkan kemudahan untuk membentuk organisasi serupa, sebagaimana yang disampaikan Kamat, pada akhirnya ornop akan mendapatkan posisi setara dalam memperjuangkan dan menerjemahkan kepentingan publik dengan pemain-pemain lain,[6] misalnya organisasi paramiliter berbasis agama yang melakukan penyerangan terhadap tempat hiburan atas nama kepentingan publik padahal menciderai demokrasi. Meski begitu, masih banyak ornop-ornop di Indonesia yang berperan dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam mengawasi pemerintahan, terutama pengawasan terhadap korupsi yang digalang (salah satunya) oleh Indonesian Coruption Watch (ICW), dan terhadap masalah hak asasi manusia oleh Komite Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).[7]

Kesimpulan
Globalisasi yang membawa demokratisasi dan ekonomi pasar, berdampak pada dua hal yang berlawanan. Di satu sisi ia menyebabkan timbulnya berbagai ornop sebagai pengawal kepentingan masyarakat, di sisi lain ia mengubah strategi ornop dalam memainkan perannya di masyarakat. Dalam konteks ekonomi pasar, peran negara dikerdilkan, dan tugas mereka hanyalah sekedar menciptakan iklim investasi yang bersahabat agar korporasi asing dapat berusaha dengan aman di negara mereka, sementara ornop dimanfaatkan untuk mengambil alih peran negara dalam memberdayakan masyarakat miskin, sementara negara mengurangi pengeluarannya di sektor publik. Hal ini menyebabkan masyarakat semakin terpinggir dari proses politik, sehingga seharusnya ornop dapat berperan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, dan mendesak negara untuk mengambil peran yang lebih besar dalam pemberdayaan masyarakat miskin dan pengembangan pendidikan.


[1] Robert P. Weller, Civil Life, Globalization, and Political Change in Asia: Organizing Between Family and State, (Oxon: Routledge), 2005. 3
[2] Ibid 5
[3] SangeetaKamat, “Privatization of Public Interest:Theorizing NGO Discourse in Neoliberal Era”, Review of International Political Economy, Vol. 11, No. 1, pp. 155-176. 164
[4] Ibid. 166
[5] Ibid
[6] Philip Eldridge, “Nongovermental Organizations and Democratic Transition in Indonesia” dalam Weller, Op. Cit.165
[7] Ibid. 166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar