Jumat, 26 April 2013

Organisasi pergerakan nasional



1. Masa Awal Perkembangan
Perkembangan organisasi-organisasi dalam pergerakan nasional pada masa awal
ditandai dengan munculnya organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische
Partij. Marilah kita cermati perkembangan organisasi-organisasi tersebut, kita hayati
agar kita dapat meneladani perjuangan tokoh-tokohnya.
Perkembangan pergerakan nasional di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

a. Budi Utomo (BU)
Seorang dokter Jawa bernama dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1906 dan
1907 meng-adakan perjalanan kampanye di kalangan priyayi di pulau Jawa. Ia
menyampaikan pendapat untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Pendidikan ini akan diusahakan sendiri tanpa bantuan pemerintah kolonial dengan

mendirikan Dana Pelajar atau Studiefonds, untuk
membantu para pelajar yang kurang mampu agar dapat
melanjutkan sekolah.
Dalam perjalanannya, pada akhir tahun 1907 dr. Wahidin
Sudirohusodo bertemu dengan Sutomo, mahasiswa STOVIA
di Jakarta. Sutomo menyampaikan gagasan dr. Wahidin
Sudirohusodo kepada teman-temannya di STOVIA.
Mahasiswa-mahasiswa STOVIA yang sudah memiliki citacita
meningkatkan kedudukan dan martabat bangsa itu
terdorong oleh kampanye yang dilakukan dr. Wahidin
Sudirohusodo.
Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908, Sutomo dan
kawan-kawannya berkumpul di ruang anatomi gedung
STOVIA. Mereka sepakat mendirikan organisasi Budi
Utomo. Para mahasiswa yang tergabung dalam Budi Utomo
ini adalah Sutomo sebagai ketua, Moh. Sulaeman sebagai
Wakil Ketua, Gondo Suwarno sebagai Sekretaris I, Gunawan
Mangunkusumo sebagai Sekretaris II, Angka sebagai
bendahara, Muhammad Saleh dan Suwarno sebagai
komisaris. Juga beberapa nama lain yakni Suwardi, Samsu,
Suradji, Sudibyo, dan Gumbrek.
Dari bulan Mei sampai awal Oktober 1908, Budi Utomo
merupakan organisasi pelajar dengan intinya pelajar
STOVIA. Tujuan organisasi ini dirumuskan secara samarsamar,
yaitu kemajuan bagi Hindia, di mana jangkauan
geraknya pada penduduk Jawa dan Madura. Dalam waktu
singkat di beberapa kota berdiri cabang-cabang Budi Utomo
yakni Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya, dan
Probolinggo.
Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan kongres yang
pertama di Yogyakarta. Dalam kongres itu ditetapkan tujuan Budi Utomo adalah
kemajuan yang selaras (harmonis) buat negeri dan bangsa, terutama dengan
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri,
dan kebudayaan (kesenian dan ilmu). Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama
dipilih R.T.A. Tirtokusumo, bupati Karanganyar. Ia menjabat sampai tahun 1911.
Kemudian jabatan ketua Budi Utomo berturut-turut adalah Pangeran Aryo
Notodirodjo (1911-1914), R.Ng. Wedyodipuro (Radjiman Wedyodiningrat) tahun
1914-1915, kemudian R.M. Ario Suryo Suparto (1915). Setelah kepengurusan Budi
Utomo dipegang golongan tua maka para pelajar menyingkir dari barisan depan.
Budi Utomo semakin lamban kegiatannya setelah keluarnya Cipto Mangunkusumo
dan Suryodiputro. Aktivitas Budi Utomo pada waktu itu terbatas pada penerbitan
Majalah Goeroe Desa. Sejak tahun 1912 ketika Pangeran Notodirodjo menjabat
ketua, Budi Utomo berusaha mengejar ketinggalan tetapi tidak banyak hasilnya

Partij.
Sejak pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914 sampai 1919 terlihat usahausaha
Budi Utomo terjun ke bidang politik. Akan tetapi karena tidak mendapat
dukungan massa maka kedudukan secara politik kurang begitu penting. Namun
ada hal yang penting yakni bahwa Budi Utomo merupakan organisasi sosial
kebangsaan yang pertama berdiri di Indonesia dan di situlah terdapat benih semangat
nasional yang pertama. Oleh karena itu tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei,
diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.

b. Sarekat Islam (SI)
Pada tahun 1909, Raden Mas Tirtoadisuryo mendirikan
perkumpulan dagang di Jakarta dengan nama Sarekat
Dagang Islam (SDI). H. Samanhudi seorang pedagang batik
dari Laweyan Solo merasa tertarik dengan organisasi dagang
ini. Akhirnya ia mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo
pada akhir tahun 1911. Tujuannya adalah untuk memajukan
agama, dan untuk memperkuat diri bagi golongan
pedagang-pedagang Indonesia terhadap pedagangpedagang
Cina. Pada waktu itu pedagang Cina memegang
peranan penting dalam leveransir bahan-bahan yang
diperlukan oleh perusahaan batik. Dalam mendirikan
Sarekat Dagang Islam di Solo, H. Samanhudi mengajak
pedagang-pedagang batik terkenal di antaranya
M.Asmodimejo, M. Kertotaruno, M. Sumowerdoyo, dan
H.M. Abdulrajak. Organisasi yang baru didirikan tersebut
diketuai oleh H. Samanhudi. Berdirinya Sarekat Islam selain didorong oleh faktor
ekonomi juga dilandasi oleh faktor agama.
Pada tanggal 10 September 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat
Islam. Hal ini dilakukan atas saran Haji Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pelajar
Indonesia yang bekerja pada perusahaan dagang di Surabaya. Alasan perubahan
nama ini adalah agar perkumpulan itu jangkauannya lebih luas tidak terbatas pada
golongan pedagang saja.
Tujuan Sarekat Islam sesuai anggaran dasarnya adalah sebagai berikut.
1) Memajukan perdagangan.
2) Memberikan pertolongan kepada anggota-anggota yang mengalami kesulitan.
3) Memajukan kepentingan rokhani dan jasmani dari penduduk asli.
4) Memajukan kehidupan agama Islam.
Dalam waktu singkat Sarekat Islam berhasil mendapat anggota di kalangan
rakyat banyak sehingga meluas menjadi organisasi massa yang pertama di Indonesia.
Hal ini berbeda dengan Budi Utomo yang dalam praktiknya hanya beranggotakan
rakyat dari golongan atas.

Walaupun tujuan Sarekat Islam yang dirumuskan tidak bersifat politik, akan
tetapi kegiatan-kegiatannya memperjuangkan keadilan dan kebenaran dari
penindasan pemerintah kolonial. Kenyataan ini membuat pemerintah Hindia Belanda
merasa khawatir. Oleh karena itu, yang mendapat ijin pendirian hanya tingkat lokal/
cabang. Sedangkan ijin pendirian Sarekat Islam tingkat pusat ditolak. Bagaimana
menurut pendapat anda sikap Belanda yang demikian ini?
Kongres pertama Sarekat Islam dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 1913 di
Surabaya dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto. Dalam kongres ini, beliau menerangkan
bahwa Sarekat Islam bukan partai politik dan tidak beraksi melawan pemerintah
Belanda. Pada waktu itu anggota Sarekat Islam semakin bertambah. Di Jakarta
berjumlah kurang lebih 12.000 anggota.
Kongres Sarekat Islam kedua dilaksanakan di Solo.
Kongres kedua ini memutuskan bahwa Sarekat Islam hanya
terbuka bagi rakyat biasa sedangkan pegawai pangreh praja
tidak boleh menjadi anggota. Hal ini dimaksudkan agar Sarekat
Islam tetap merupakan organisasi rakyat.
Perkembangan Sarekat Islam semakin pesat. Pada tahun
1914 telah berdiri 56 Sarekat Islam Cabang. Pada bulan Februari
1915, Pimpinan Sarekat Islam membentuk pengurus pusat
yang dikenal dengan Central Sarekat Islam (CSI) yang
berkedudukan di Surabaya. Sebagai ketua kehormatan adalah
H. Samanhudi, H.O.S. Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Raden
Gunawan sebagai wakil ketua. Pada tanggal 18 Maret 1916,
Central Sarekat Islam ini mendapat pengakuan dari pemerintah
Hindia - Belanda. Beberapa tokoh Sarekat Islam yang lain adalah Abdul Muis,
Wignyodisastro, dan Soewardi Soerjaningrat. Ketiga orang ini merupakan pengurus
SI di Bandung. Tokoh lain yang bergabung ialah K.H. Agus Salim.
Pada tanggal 17 – 24 Juni 1916, diadakan kongres Sarekat Islam yang ketiga di
Bandung. Kongres ini dinamakan Kongres (SI) Nasional Pertama. Jumlah cabang SI
ada 50, dan jumlah semua anggota pada waktu itu sudah mencapai 800.000. Dalam
kongres ini, SI mulai melontarkan pernyataan bahwa rakyat perlu diberi kesempatan
berpartisipasi dalam politik
Pada tanggal 20 – 27 Oktober 1917, SI mengadakan kongres yang keempat
(Kongres Nasional Kedua) di Jakarta. Dalam kongres ini di tubuh SI terdapat
perbedaan pendapat. Abdul Muis menyatakan perlunya SI berpartisipasi dalam
Volksraad. Sebaliknya, Semaun dan sebagian kecil pimpinan SI menolak ikut dalam
Volksraad. Perpecahan di dalam tubuh SI ini memberikan peluang kepada H.J.F.M.
Sneevliet dari golongan sosialis untuk memengaruhi sejumlah anggota SI Semarang
agar menjadi anggota ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging). Dengan taktik
infiltrasi inilah golongan sosialis berhasil menyusup ke dalam tubuh SI. Seorang
tokoh komunis yang pernah tinggal di Moskwa, Darsono menyatakan tidak percaya
pada kepemimpinan HOS. Tjokroaminoto.

Memasuki tahun 1920 Sarekat Islam pecah menjadi dua yaitu:
1) SI yang berpaham Islam, dikenal dengan SI Putih atau golongan kanan.
Kelompok ini dipimpin H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto
yang berpusat di Yogyakarta.
2) SI yang berpaham Marxisme atau Komunisme, dengan SI Merah atau golongan
kiri. Kelompok ini dipimpin Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada akhir tahun 1921 (dalam kongres keenam) diputuskan adanya disiplin
partai yakni larangan anggota SI merangkap dua keanggotaan partai politik. Dengan
demikian kelompok Semaun dapat terdepak dari SI. Pada tahun 1923, kelompok
Semaun ini secara resmi diakui sebagai cabang Partai Komunis Indonesia dengan
nama Sarikat Rakyat.
Pada tanggal 17-20 Februari 1923, SI menyelenggarakan Kongres Nasional
ketujuh di Madiun. Nama SI pada waktu itu diubah menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Kemudian atas pengaruh dr. Sukiman yang baru pulang dari Belanda, PSI
diubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Dalam perkembangannya
PSII pecah menjadi dua kelompok yakni kelompok Sukiman yang menghendaki
PSII menekankan pada asas kebangsaan, dan kelompok HOS Tjokroaminoto yang
menekankan pada asas agama. Kelompok Sukiman mendirikan partai baru yakni
Partai Islam Indonesia (PARII). Pada tahun 1940, PSII pecah lagi menjadi PSII
Kartosuwiryo. Inilah perkembangan Sarekat Islam di mana untuk mencapai
tujuannya harus menghadapi berbagai tantangan.

c. Indische Partij (IP)
Indische Partij didirikan di Bandung
pada tanggal 25 Desember 1912.
Pendirinya Dr. E.F.E. Douwes Dekker
sebagai ketua sedangkan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan
dr. Tjipto Mangunkusumo sebagai
wakil ketua. Ketiga tokoh ini kemudian
dikenal dengan ”Tiga Serangkai”.
Adapun tujuan Indische Partij seperti yang
termuat dalam anggaran dasar yaitu
membangunkan patriotisme semua
”Indiers” terhadap tanah air. Juga untuk
mempersiapkan kehidupan rakyat yang
merdeka. Untuk mencapai tujuan
tersebut ditetapkan cara-cara sebagai
berikut.
1) Memelihara nasionalisme dengan
cara meresapkan cita-cita kesatuan
bangsa Indonesia.

2) Memberantas rasa kesombongan rasial.
3) Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian antar-agama.
4) Berusaha mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Indonesia (Hindia).
5) Memperbesar pengaruh pro Hindia (Indonesia) di dalam pemerintahan.
6) Memperbaiki ekonomi rakyat Indonesia dengan memperkuat mereka yang
lemah ekonominya.
Sebagai media untuk menyebarluaskan pandangan-pandangan Indische Partij
digunakan surat kabar De Express. Melalui surat kabar ini Indische Partij berkembang
ke berbagai daerah. Hal ini terbukti didirikannya 30 cabang IP dengan anggota
sejumlah 7.300 orang yang sebagian besar merupakan Indo-Belanda, sedangkan
jumlah anggota bangsa Indonesia 1500 orang.
Melihat tujuan dan cara-cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan di atas
dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan partai politik yang pertama kali di
Indonesia. Permohonan ijin pendirian partai ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda
dan Indische Partij dinyatakan sebagai partai terlarang dengan alasan organisasi itu
berdasar politik dan mengancam keamanan umum.
Pada waktu pemerintah kolonial Belanda hendak merayakan ulang tahun ke-
100 kemerdekaan Negeri Belanda dari penjajahan Perancis, di Bandung dibentuklah
”Komite Bumiputera”. Komite ini menerbitkan tulisan Suwardi Suryaningrat yang
berjudul ”Als ik een Nederlander was ...” Yang isinya merupakan sindiran tajam
mengenai ketidakadilan di daerah jajahan. Dengan alasan kegiatan komite ini
berbahaya maka pada bulan Agustus 1913 ketiga tokoh Indische Partij dijatuhi
hukuman buangan. Douwes Dekker dibuang ke Timor Kupang, dr. Tjipto
Mangunkusumo dibuang ke Banda, dan Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka.
Tetapi atas permintaan mereka sendiri pembuangan itu dipindahkan ke negeri
Belanda. Kesempatan di negeri Belanda itu oleh mereka digunakan untuk menambah
dan memperdalam ilmu.
Dengan kepergian ketiga pemimpin tersebut maka kegiatan Indische Partij
makin lemah. Kemudian Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde
dengan asas utamanya mendidik suatu nasionalisme Hindia dengan memperkuat
cita-cita persatuan bangsa.
Kembalinya Douwes Dekker dari negeri Belanda tidak banyak berarti bagi
perkembangan Partai Insulinde. Pada bulan Juni 1919 partai ini berganti nama
menjadi National Indische Partij (NIP), namun partai ini tidak banyak berpengaruh
terhadap rakyat. Sedangkan pembebasan hukuman terhadap Suwardi Suryaningrat
dilakukan pada bulan Juli 1918. Kemudian ia berjuang di bidang pendidikan dengan
mendirikan Taman Siswa.
Dari uraian di atas, perjuangan Indische Partij besar sekali pengaruhnya terhadap
bangsa Indonesia, antara lain dengan propaganda nasionalisme Hindia dan aksi
mencapai kemerdekaan kelak, juga sebagai pembangun semangat, Douwes Dekker
sangat berjasa terhadap bangsa Indonesia. Para tokoh Indische Partij berani

untuk kepentingan pribadi atau golongan.
2. Masa Radikal

a. Perhimpunan Indonesia (PI)
Pada tahun 1908 di Negeri Belanda berdirilah organisasi para mahasiswa
Indonesia yang belajar di sana. Semula organisasi ini bernama Indische vereeniging.
Pendirinya antara lain Sultan Kesayangan dan R.N. Noto Suroto. Tujuan yang ingin
dicapai organisasi ini adalah untuk memajukan kepentingan bersama dari orangorang
yang berasal dari Indonesia di Negeri Belanda.
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging yang bersifat sosial, beralih bersifat politik
dengan nama Indonesische Vereniging. Perubahan nama ini ada hubungannya dengan
timbulnya Kesadaran Nasional setelah Perang Dunia I, kedatangan tokoh-tokoh
Indische Partij yang dibuang ke negeri Belanda yakni dr. Cipto Mangunkusumo,
R.M. Suwardi Suryaningrat, dan E.F.F. Douwes Dekker, dan juga kedatangan
mahasiswa yang belajar ke negeri Belanda yakni Ahmad Subardjo pada tahun 1919
dan Mohammad Hatta tahun 1921.
Kesadaran politik di kalangan Indische Vereeniging kemudian diperkuat lagi
oleh peristiwa kedatangan Comite Indie Werbaar (Panitia Ketahanan Hindia Belanda)
yang mengajukan usul kepada pemerintah untuk memperkuat ketahanan Hindia
Belanda di waktu perang dengan melatih orang-orang Indonesia di bidang militer.
Panitia itu terdiri atas R.Ng. Dwijosewoyo, Abdul Muis, dan Kolonel Rhemev.
Pada bulan Maret 1923, Majalah
Hindia Poetra menyebutkan bahwa asas
dari organisasi Indonesische Vereeniging
adalah sebagai berikut: Mengusahakan
suatu pemerintahan untuk Indonesia,
yang bertanggung jawab hanya kepada
rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal
yang demikian itu hanya akan dapat
dicapai oleh orang Indonesia sendiri
bukan dengan pertolongan siapa pun
juga; bahwa segala jenis perpecahan
tenaga haruslah dihindarkan, supaya
tujuan itu lekas tercapai.
Sejak tahun 1923 Indonesische
Vereeniging aktif berjuang dan mempelopori
dari jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia. Majalah
Hindia Poetra pada tahun 1924 diubah menjadi Indonesia Merdeka, dan pada tahun
1925 organisasi Indonesische Vereeniging diubah menjadi Perhimpunan Indonesia

dan meninggalkan sikap kerja sama dengan kaum penjajah, bahkan lebih bersifat
internasional dan anti kolonial. Jadi asas perjuangan PI adalah self help dan non
kooperatif yakni berjuang dengan kekuatan sendiri dan tidak minta bantuan
pemerintah kolonial Belanda. Bagaimana menurut pendapatmu sikap Perhimpunan
Indonesia yang demikian ini?
Dalam kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Paris
(Prancis) bulan Agustus 1926, Moh. Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk
kemerdekaan Indonesia. Hal ini menambah kecurigaan pemerintah Belanda terhadap
PI. Moh. Hatta atas nama PI menandatangani perjanjian rahasia dengan Semaun
(tokoh PKI) pada tanggal 5 Desember 1926. Isinya perjanjian menyatakan bahwa
PKI mengakui kepemimpinan PI dan akan dikembangkan menjadi suatu partai
rakyat kebangsaan Indonesia, selama PI secara konsekuen tetap menjalankan politik
untuk kemerdekaan Indonesia.
Semakin aktifnya tokoh-tokoh PI
berhubungan dengan tokoh-tokoh
politik bangsa Indonesia maupun
kegiatan internasional sejak adanya
manifesto politik tahun 1925, menimbulkan
reaksi keras dari pemerintah
Belanda. Pada tanggal 10 Juni 1927 empat
anggota PI yakni Moh. Hatta, Nazir
Pamuncak, Abdul Majid Joyodiningrat,
dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan
ditahan pemerintah Belanda. Mereka
akhirnya dibebaskan karena tidak
terbukti bersalah. Inilah sikap dari para
pejuang yang memegang teguh prinsip
berani karena benar.
PI merupakan organisasi politik bangsa Indonesia yang berada di luar negeri
yang berhasil mempengaruhi pergerakan kebangsaan Indonesia secara berangsurangsur.
Lebih-lebih setelah munculnya pernyataan politik tahun 1925.
PI ternyata berperan sebagai penyemangat kepada pergerakan nasional di tanah
air. Lahirnya Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai
Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun
1927 secara langsung mendapat ilham dari Perhimpunan Indonesia.\

b. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Pada masa sebelum Perang Dunia I, paham komunis masuk ke Indonesia dibawa
oleh seorang pimpinan buruh Negeri Belanda bernama H.J.F.M. Sneevliet. Ia adalah
anggota Partai Buruh Sosial Demokrat atau Sociaal Democratische Arbeiderspartij.
Semula ia tinggal di Surabaya sebagai staf redaksi sebuah surat kabar kemudian
dipindahkan ke Semarang dan menjadi sekretaris pada Semarangse Handelsblad.

Pada tanggal 9 Mei 1914, Sneevliet bersama rekan-rekannya, J.A. Brandsteder,
H.W. Dekker dan P. Bergsma, mendirikan organisasi yang dinamakan Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV). Haluan organisasi ini adalah Marxisme.
Pada mulanya ISDV tidak berkembang, maka untuk mencari anggota mereka
cara menyusup ke tubuh partai-partai lain. Ketika tidak berhasil, mereka mendekati
Insulinde maka diarahkan ke dalam Sarekat Islam. Taktik ini berhasil sehingga SI
pecah menjadi dua kubu dan muncullah pemimpin ranting dalam ISDV yang
berhaluan marxis seperti Semaun dan Darsono.
Pada tanggal 23 Mei 1920, oleh Baars, Bergsma, dan Semaun beserta kawankawannya,
ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia. Kemudian pada bulan
Desember 1920, Partai ini diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Susunan
pengurus baru organisasi ini, antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai
wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, Baars, Sugono,
dan lain-lain sebagai anggota pengurus.
Pada tahun 1923, PKI semakin kuat dengan bergabungnya tokoh-tokoh seperti
Alimin Prawirodirdjo (pemimpin SI merah) dan Musso (dari PKI cabang Jakarta).
Setelah merasa kuat, PKI melakukan aksinya dengan mengobarkan pemberontakan
di Jakarta pada tanggal 13 November 1926, disusul dengan tindakan kekerasan di
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur serta pemberontakan di Sumatra Barat
pada tanggal 1 Januari 1927. Pemberontakan ini dapat ditumpas oleh Pemerintah
Hindia Belanda. Pemberontakan PKI ini merupakan tindakan yang sia-sia karena
massa PKI sama sekali tidak siap di samping organisasinya masih kacau.
Pemberontakan PKI ini mengakibatkan korban ribuan rakyat dihasut untuk
ikut serta dalam pemberontakan sehingga sekitar 13.000 orang ditangkap, mereka
yang dihukum sejumlah 4.500 orang, dan yang dibuang ke Tanah Merah, Digul
Atas, Irian Jaya sekitar 1.300 orang. Oleh Pemerintah Hindia Belanda, PKI dinyatakan
sebagai partai terlarang. Akibat buruk lainnya yang menimpa perjuangan bangsa
Indonesia akibat pemberontakan PKI adalah berupa penindasan yang luar biasa
terhadap para pemimpin perjuangan. Itulah suatu tindakan PKI yang merugikan
perjuangan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

c. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Pada tahun 1925, Ir. Soekarno mendirikan perkumpul-an Algeemene Studie
Club di Bandung. Atas insiatif perkumpulan ini maka pada tanggal 4 Juli 1927
berdirilah partai politik baru yaitu Partai Nasional Indonesia. Para pendirinya adalah
Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskaq
Tjokrohadisuryo, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, dan Dr. Samsi. Dari 8 orang pendiri
ini, 5 orang merupakan mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka. Adapun asasnya adalah Self
help, non kooperatif, dan marhaenisme. Pada waktu rapat di Bandung tanggal 17 - 18
Desember 1927, PNI dapat menggalang persatuan dengan Partai Sarekat Islam
Indonesia, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranche Bond, Kaum Betawi, Indonesische
Studieclub, dan Algeemene Studieclub dengan membentuk Pemufakatan

Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPKI). Permufakatan ini bertujuan menyatukan aksi dalam
menghadapi imperialisme Belanda.
Dalam Kongres PNI yang pertama di Surabaya (27 - 30
Mei 1928) disyahkan susunan pengurus seperti berikut:
1) Ketua : Ir. Soekarno
2) Sekretaris/Bendahara : Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo
3) Anggota : Dr. Samsi Sastrowidagdo,
Mr. Sartono, Mr. Sunaryo,
dan Ir. Anwari.
Dalam kongres ini juga disahkan program kegiatan yang
meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Dengan program yang jelas diperkuat dengan propaganda-propaganda
Ir. Soekarno sebagai seorang ahli pidato, maka PNI dalam waktu singkat banyak
memperoleh dukungan massa mulai dari Jawa Barat sampai seluruh Jawa, Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi.
Kongres PNI yang kedua tanggal 18 - 20 Mei 1929 di Jakarta, menetapkan untuk
memilih kembali pengurus PB PNI yang lama. Di samping itu juga memutuskan
program kegiatan di bidang ekonomi/sosial dan politik.
Di bidang ekonomi/sosial antara lain menyokong perkembangan Bank Nasional
Indonesia, mendirikan koperasi-koperasi, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakitrumah
sakit, dan lain-lain. Sedangkan di bidang politik, mengadakan hubungan
dengan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda dan menunjuk Perhimpunan
Indonesia sebagai wakil PPPKI di luar negeri.

Melihat sepak terjang PNI yang gigih dan semakin memperoleh simpati rakyat
Indonesia, pemerintah kolonial Belanda menjadi semakin cemas. Pada akhir tahun
1929 tersebar desas-desus PNI akan melakukan pemberontakan pada awal tahun
1930. Maka berdasarkan desas-desus ini pada tanggal 24 Desember 1929, pemerintah
Hindia Belanda mengadakan penggeledahan dan menangkap empat tokoh PNI, yaitu
Ir. Soekarno, Gatot Mangkuprodjo, Maskoen, dan Soepriadinata. Mereka diajukan
di depan pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu Ir. Soekarno melakukan
pembelaan dengan judul ”Indonesia Menggugat” akan tetapi hakim kolonial tetap
menjatuhi hukum penjara kepada keempat tokoh ini. Bagaimana pendapatmu atas
nasib yang dialami para tokoh PNI tersebut?
Penangkapan terhadap para tokoh PNI merupakan pukulan berat dan
menggoyahkan partai. Pada kongres luar biasa tanggal 25 April 1931 diputuskan
untuk membubarkan PNI. Hal ini menyebabkan pro dan kontra. Mereka yang setuju
PNI dibubarkan mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dipimpin Mr. Sartono.
Sedangkan yang tidak setuju PNI dibubarkan masuk ke dalam Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI-Baru) dipimpin Moh. Hatta dan Syahrir.

3. Masa Moderat
Partai-partai yang berjuang pada masa radikal bersikap non kooperasi (tidak
mau bekerja sama) dengan pemerintah kolonial Belanda seperti Perhimpunan
Indonesia, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia.
Sejak tahun 1930, perjuangan partai-partai mulai mengubah taktiknya, partaipartai
sudah bersifat moderat (agak lunak) dan menggunakan taktik kooperasi artinya
mau bekerja sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda.
Hal-hal apa saja yang menyebabkan perubahan taktik perjuangan tersebut?
Penyebabnya adalah karena dunia pada waktu itu dilanda krisis ekonomi (malaise).
Hal ini mempengaruhi keadaan ekonomi di Hindia Belanda sehingga berpengaruh
terhadap pergerakan nasional. Di samping itu juga karena Pemerintah Hindia Belanda
semakin bersikap keras terhadap partai-partai politik. Apalagi setelah PKI melakukan
pemberontakan pada tahun 1926.
Ada dua partai yang bersifat moderat dengan taktik kooperasi yaitu Partai
Indonesia Raya dan Gerakan Rakyat Indonesia. Bagaimana perkembangan kedua
partai tersebut? Marilah kita ikuti uraian berikut.

a. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya merupakan fusi (gabungan) dari Budi Utomo dan
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Penggabungan dua organisasi ini dilaksanakan
pada kongresnya di Surakarta tanggal 25 Desember 1935.
Tujuan Partai Indonesia Raya adalah untuk mencapai Indonesia mulia dan
sempurna, dengan dasar nasionalisme Indonesia. Taktik perjuangannya adalah

kooperasi. Oleh karena itu, Parindra mempunyai wakilnya di
Volksraad untuk membela kepentingan rakyat. Selain
perjuangan melalui volksraad Parindra juga melakukan
beberapa usaha, antara lain sebagai berikut.
1) Di bidang pertanian dengan mendirikan Perhimpunan
Rukun Tani untuk membantu kehidupan petani dan
mendirikan Bank Nasional Indonesia.
2) Di bidang pelayaran dengan membentuk Rukun
Pelayaran Indonesia.
Kepengurusan Parindra pada awal terbentuknya organisasi
ini adalah Dr. Sutomo sebagai ketua dan Wuryaningrat sebagai wakil ketua.
Sedangkan Kepala Departemen Politik dalam Pengurus besar Parindra adalah
Muhammad Husni Thamrin.

b. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Gerakan Rakyat Indonesia didirikan di Jakarta pada tanggal
24 Mei 1937. Tokoh-tokoh partai ini adalah para pemimpin
Partindo yang dibubarkan pada tanggal 18 November 1936.
Mereka ada Mr. Sartono, Mr. Amir Syarifudin, Dr. A.K. Gani,
dan Mr. Moh. Yamin. Tujuannya adalah untuk mencapai
kemerdekaan di bidang ekonomi, sosial, dan politik.
Dalam waktu singkat, partai ini berkembang dengan cepat
dan memperoleh posisi yang kuat sebagai partai yang berhaluan
nasional anti-fasis. Dengan menggunakan taktik kooperasi,
Gerindo melakukan aksi perjuangannya. Perkembangan
Gerindo selalu diawasi pemerintah kolonial Belanda, dan pada
saat Jepang masuk ke Indonesia partai ini dibubarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar