15. Manajement Kinerja
Definisi manajemen Kinerja:
Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang
dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja,
penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan
hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara
berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses
kerja dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan
terus- menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan
suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan
organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang
keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja
tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek
terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses
mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja
ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja
karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen
yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan
individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan
perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan
individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian
tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat
kepuasan yang lebih besar.
Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini,
manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling
berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja
ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak
ditentukan bagian per bagian.
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem
yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses
menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil
yang baik.
3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja
sebagai subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara
langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja)
menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen
kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran
tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada
dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen
kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja
terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait
(atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi
sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat
tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi
suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong
satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama: directing/planning. Tahap
pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis
pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap
perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan
dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target
juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan
target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan
singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan
Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang
akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur
keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat
keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu
rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal dan sesuai
kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan
monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage,
dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada
pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun
proses kerja
yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah
dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap
ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang
dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat
hasil evaluasi yang
valid.
4. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada
pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu
keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat
berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu
kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan
kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja
individual.
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
- Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
- Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
- Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
- Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
- Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
- Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
- Mendorong pengembangan pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar