Jumat, 11 Januari 2013

78. Desentralisasi Keuangan Daerah

Desentralisasi pengelolaan sumber keuangan yang berlangsung dalam konsep praktik otonomi daerah ternyata tidak serta merta terkonversi menjadi kesejahteraan rakyat dan makin membaiknya pelayanan publik. Pasalnya, masih adanya ketimpangan infrastruktur dan inefisiensi belanja daerah. Demikian ditegaskan Guru Besar Ilmu Pemerintahan UGM, Prof. Dr. Purwo Santoso, dalam Diskusi uji sahih naskah akademik ‘RUU Hubungan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah’ di Hotel Novotel Yogyakarta, Selasa (15/5).
Menurut Purwo, desentralisasi fiskal dalam bentuk perimbangan keuangan bertujuan untuk mendukung proses pembangunan di daerah dan menjaga kesatuan NKRI. Namun ketiadaaan infrastruktur menjadikan dana yang mengalir dari pusat ke daerah sulit untuk berhasil mewujudkan peningkatan kesejahteraan. Purwo mencontohkan, pelaksanaan otonomi khusus di Papua lewat pemberian dana yang lebih besar dari pemerintah pusat, seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Minimnya infrastruktur, kesejahteraan dan pelayanan publik masih jauh dari yang diharapkan. “Ketimpangan yang paling kasatmata adalah infrastruktur. Harus ada cara untuk ketersediaan infrastruktur,” kata Purwo.

Praktik pelaksanaan otonomi daerah, menurut Purwo, masih dianggap skeptis oleh sebagian kalangan karena menjadi ajang pemborosan uang negara karena banyaknya ketidakberhasilan kebijakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan sistem koordinasi dan monitoring evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui skema dekonsentrasi.

Agar misi tersebut tercapai, tambahnya, pemerintah pusat perlu memastikan Gubernur sebagai penyelenggara fungsi dekosentrasi untuk dibekali mengawal kualitas kebijakan pemerintah daerah melalui sistem evaluasi. Karenanya dibutuhkan sistem informasi kinerja daerah dan sistem informasi keuangan daerah. “Kuncinya lewat sistem evaluasi. Evaluasi menjadi titik pertanggungjawaban Gubernur sebagai simpul evaluasi. Mensiasati kesenjangan pemerintah pusat dan daerah,” ungkapnya.

Ketua Komite IV DPD RI, Cholid Mahmud, ST., M.T., mengatakan pelaksanaan desentralisasi fiskal sejak tahun 2001 hingga 2010 mengalami perubahan besar apabila dinilai dari besarnya belanja daerah. Namun dari sisi penerimaan, sumber keuangan yang dikuasai daerah masih terbatas akibat masih adanya ketimpangan fiskal, pelanyanan publik antar daerah dan inefisiensi belanja daerah. “DPD mengajukan ke DPR agar UU Nomor 33 tahun 2004 perlu diubah tidak sesuai lagi dengan konsep desentralisasi dan prinsip keuangan negara dan daerah sehingga perlu ada perubahan,” terangnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson

Tidak ada komentar:

Posting Komentar