Desentralisasi
pengelolaan sumber keuangan yang berlangsung dalam konsep praktik otonomi
daerah ternyata tidak serta merta terkonversi menjadi kesejahteraan rakyat dan
makin membaiknya pelayanan publik. Pasalnya, masih adanya ketimpangan
infrastruktur dan inefisiensi belanja daerah. Demikian ditegaskan Guru Besar
Ilmu Pemerintahan UGM, Prof. Dr. Purwo Santoso, dalam Diskusi uji sahih naskah
akademik ‘RUU Hubungan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah’ di Hotel
Novotel Yogyakarta, Selasa (15/5).
Menurut
Purwo, desentralisasi fiskal dalam bentuk perimbangan keuangan bertujuan untuk
mendukung proses pembangunan di daerah dan menjaga kesatuan NKRI. Namun
ketiadaaan infrastruktur menjadikan dana yang mengalir dari pusat ke daerah
sulit untuk berhasil mewujudkan peningkatan kesejahteraan. Purwo mencontohkan,
pelaksanaan otonomi khusus di Papua lewat pemberian dana yang lebih besar dari
pemerintah pusat, seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Minimnya infrastruktur, kesejahteraan dan pelayanan publik masih jauh dari yang
diharapkan. “Ketimpangan yang paling kasatmata adalah infrastruktur. Harus ada
cara untuk ketersediaan infrastruktur,” kata Purwo.
Praktik
pelaksanaan otonomi daerah, menurut Purwo, masih dianggap skeptis oleh sebagian
kalangan karena menjadi ajang pemborosan uang negara karena banyaknya
ketidakberhasilan kebijakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan
sistem koordinasi dan monitoring evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah
melalui skema dekonsentrasi.
Agar
misi tersebut tercapai, tambahnya, pemerintah pusat perlu memastikan Gubernur
sebagai penyelenggara fungsi dekosentrasi untuk dibekali mengawal kualitas
kebijakan pemerintah daerah melalui sistem evaluasi. Karenanya dibutuhkan
sistem informasi kinerja daerah dan sistem informasi keuangan daerah. “Kuncinya
lewat sistem evaluasi. Evaluasi menjadi titik pertanggungjawaban Gubernur
sebagai simpul evaluasi. Mensiasati kesenjangan pemerintah pusat dan daerah,”
ungkapnya.
Ketua Komite IV DPD RI,
Cholid Mahmud, ST., M.T., mengatakan pelaksanaan desentralisasi fiskal sejak
tahun 2001 hingga 2010 mengalami perubahan besar apabila dinilai dari besarnya
belanja daerah. Namun dari sisi penerimaan, sumber keuangan yang dikuasai
daerah masih terbatas akibat masih adanya ketimpangan fiskal, pelanyanan publik
antar daerah dan inefisiensi belanja daerah. “DPD mengajukan ke DPR agar UU
Nomor 33 tahun 2004 perlu diubah tidak sesuai lagi dengan konsep desentralisasi
dan prinsip keuangan negara dan daerah sehingga perlu ada perubahan,”
terangnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
Tidak ada komentar:
Posting Komentar