Jumat, 11 Januari 2013

85. Koordinasi Kimia

I.1 Batasan Pengertian

Kimia Koordinasi :
Bagian dari Ilmu Kimia yang mempelajari senyawa- senyawa koordinasi.
Senyawa koordinasi/senyawa kompleks :
Senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi (ikatan kovalen koordinasi) antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami (pada awal penemuannya)
Ikatan kovalen koordinasi :
Ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut.
Ion/atom pusat :
Ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan elektron (Asam Lewis), umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi).
Ligan (gugus pelindung) :
atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron (Basa Lewis).
Banyak materi penting yang merupakan senyawa kompleks, misalnya : klorofil, hemoglobin, vitamin B12, Katalis Ziegler – Nata, tinta cina, dll
Beberapa contoh fenomena yang terkait dengan eksistensi senyawa kompleks adalah :
§  · Ag(aq)+ +   Cl(aq)- ↔    AgCl(s)putih (1)
AgCl(s)putih +  2 NH3(g)  [Ag(NH3)2] (aq)+ +    Cl(aq)- (2)
Keterangan : Jika ke dalam  larutan yang mengandung Ag+ ditambahkan Cl- maka akan terbentuk endapan putih AgCl. Jika ke dalam endapan tersebut ditambahkan NH3 maka endapan larut membentuk ion kompleks [Ag(NH3)2]+ . Jika selanjutnya ditambahkan larutan HNO3, maka endapan putih akan terbentuk kembali. Hal ini disebabkan oleh   terjadinya pergeseran kesetimbangan pada reaksi (2) ke arah kiri. Kesetimbangan bergeser ke kiri karena terjadi pengurangan NH3 membentuk NH4+.
§  Pembentukan ion kompleks seringkali disertai dengan timbulnya warna tertentu pada larutan, misalnya pada penggunaan tinta rahasia. Tulisan yang dibuat dengan tinta tersebut hanya dapat dilihat jika kertas dipanaskan. Pada suhu kamar tulisan akan kembali tak kasat mata. Hal ini terkait dengan perubahan warna yang menyertai pembentukan senyawa kompleks seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut :
2 [Co(H2O)6]Cl2 ↔      Co[CoCl4]   +   12 H2O
merah jambu                        biru
(jika encer : transparan)
I.2 Sejarah Penemuan
§  Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun. Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah dibuat dan dikaji sifat-sifatnya, misalnya :
Kompleks
Rumus Kimia (sekarang)
Cr(SCN)2.NH4SCN.2NH3
PtCl2.2NH3
Co(NO2)3.KNO2.2NH3
PtCl2.KCl.C2H4
NH4[Cr (NH3)2(NCS)4]
[Pt(NH3)4][PtCl4]
K[Co(NH3)2(NO2)4]
K[Pt(C2H4)Cl3]
§  Banyak senyawa kompleks memperlihatkan warna yang khas, oleh karena itu warna pernah dijadikan dasar dalam pemberian nama senyawa kompleks, misalnya :
Kompleks
warna
Nama
CoCl3.6NH3
CoCl3.5NH3
CoCl3.4NH3
CoCl3.4NH3
CoCl3.5NH3.H2O
IrCl3.6NH3*)
Kuning
Ungu/merah lembanyung (purple)
Hijau
Lembayung (violet)
Merah
Putih
Luteocobaltic chloride
Purpureocobaltic chloride
Praseocobaltic chloride
Violeocobaltic chloride
Roseocobaltic chloride
Luteoiridium chloride
*) Bukan karena bewarna kuning, melainkan karena mengikat 6 molekul NH3
§  Kompleks kloroamin kobal(III) [demikian juga Cr(III)] tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna, melainkan juga perbedaan reaktivitas Cl yang terdapat dalam molekul-molekul tersebut. Misalnya, jika ke dalamnya ditambahkan larutan AgNO3, maka jumah ion yang terendap sebagai AgCl bervariasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut :
Kompleks
Jumlah Cl- terendap
Rumus Kimia (sekarang)
CoCl3.6NH3
CoCl3.5NH3
CoCl3.4NH3
IrCl3.3NH3
3
2
1
0
[Co(NH3)6]Cl3
[Co(NH3)5Cl]Cl2
[Co(NH3)4Cl2]Cl
[Ir(NH3)3Cl3]
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada CoCl3.6NH3 dan IrCl3.3NH3 semua atom Cl   identik, akan tetapi pada CoCl3.5NH3 dan CoCl3.4NH3 terdapat perbedaan di antara atom-atom Cl (terdapat 2 jenis).
§  Data konduktivitas molar larutan dapat dimanfaatkan untuk memprediksikan jumah ion yang dihasilkan oleh tiap 1 molekul solut sebagaimana ditunjuukan pada tabel berikut :
Kompleks
Konduktivitas molar (ohm-1)
Jumlah ion terindikasi
Rumus Kimia (sekarang)
PtCl4.6NH3
PtCl4.5NH3
PtCl4.4NH3
PtCl4.3NH3
PtCl4.2NH3
PtCl4.NH3.KCl
PtCl4.2KCl
523
404
229
97
0
109
256
5
4
3
2
0
2
3
[Pt(NH3)6]Cl4
[Pt(NH3)5Cl]Cl3
[Pt(NH3)6Cl2]Cl2
[Pt(NH3)3Cl3]Cl
[Pt(NH3)2Cl4]
K[Pt(NH3)Cl5]
K2[Pt(NH3)6Cl6]
§  Senyawa-senyawa tertentu dengan komposisi kimia yang sama memiliki  warna yang berbeda, misalnya CoCl3.4NH3 ada yang bewarna hijau dan ada yang bewarna lembayung. Ada kalanya yang berbeda bukan warnanya, akan tetapi sifat-sifat yang lain. Misalnya α-PtCl4.2NH3 dan β-PtCl4.2NH3 memiliki warna yang sama (krem), akan tetapi berbeda dalam kelarutan dan reaktifitas kimianya.
I.3 Teori Rantai (Bomstrand-Jorgenson), 1869
Terilhami oleh konsep teravalensi karbon dan pembentukan rantai karbon dalam senyawa organik.
Ditinjau kompleks kloroamin kobal : CoCl3.6NH3 :
§  Unsur hanya memiliki 1 macam valensi, jadi Co(III) hanya dapat membentuk 3 ikatan dalam senyawa kompleks
§  Cl dapat terikat langsung pada Co atau dengan perantara NH3. Cl yang terikat langsung oleh Co tak teruon dan tak dapat diendapkan, sedang yang terikat melalui perantara NH3 dapat terion dan dapat diendapkan dengan penambahan Ag+.
§  NH3 dapat membentuk rantai (seperti C dalam senyawa karbon).
Berdasarkan asumsi tersebut maka struktur CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb:
NH3 – Cl
CoCl3.6NH3 :              Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl
NH3 – Cl
Cl
CoCl3.5NH3 :              Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl
NH3 – Cl
Cl
CoCl3.4NH3 :             Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl
Cl
Cl
CoCl3.4NH3 :             Co – NH3 – NH3 – NH3 – Cl                                      ( ? ? ?)
Cl
I.4 Teori Koordinasi (Alfred Werner), 1893
3 postulat Werner adalah :
1.       Unsur logam memiliki 2 macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi sekunder (dalam istilah sekarang masing-masing disebut bilangan oksidasi dan bilangan koordinasi).
2.       Setiap unsur cenderung memenuhi valensi primer maupun valensi sekundernya.
3.       Valensi sekunder diarahkan kepada posisi tertentu dalam ruangan.
Berdasarkan 3 postulat tersebut maka struktur CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb:
Cl
NH3
NH3
NH3
CoCl3.6NH3 :                   Cl —————-Co                          Rumus kimia : [Co(NH3)6]Cl3
NH3
NH3
NH3
Cl
Cl
NH3
NH3
CoCl3.5NH3 :                    Cl —————-Co                      Rumus kimia : [Co(NH3)5Cl]Cl2
NH3
NH3
NH3
Cl
Cl
NH3
NH3
CoCl3.4NH3 Cl —————-Co                      Rumus kimia : [Co(NH3)4Cl2]Cl
NH3
Cl
NH3
Cl
NH3
NH3
CoCl3.4NH3 :                                               Co                       Rumus kimia : [Co(NH3)3Cl3]
Cl
Cl
NH3
I.5 Tatanama
1.       Urutan ion : kation disebut lebih dulu sebelum anion
2.       Dalam hal kompleks nonionik, ditulis dalam satu kata
3.       Nama ligan :
Ligan netral   →    sesuai dengan namanya, kecuali : H2O (akuo), NH3 (ammin), NO (nitrosil), CO (karbonil).
Ligan anion   →    berakhiran –o
Ligan kation  →    berakhiran –iu
4        Urutan penyebutan ligan : berdasarkan abjad
5        Awalan yang menyatakan banyaknya ligan
Ligan sederhana : di (2), tri (3), tetra (4), penta (5), heksa (6)
Ligan yang namanya telah mengandung kata ’di’, ’tri’, dst : bis (2), tris (3), tetrakis (4), pentakis (5), heksakis (6).
6        Akhiran : kompleks anion   →  berakhiran at
kompleks kation dan netral   →   tak berakhiran
1.       Bilangan oksidasi ion pusat ditulis dengan nama angka romawi diantara tanda kurung
2.       Ligan berjembatan
Ligan yang menjembatani 2 atom pusat diberi awalan – µ -
1.       Kompleks yang memiliki isomir
1.       Isomir geometri
Jika terdapat ligan yang sama : awalan ’cis’ (ligan yang sama berdekatan)
awalan ’trans’ (ligan yang sama berseberangan)
2-
Cl                      Br
Br                     NO2
trans-dibromokloronitroplatinat(II)
+
NH3
Br                         Br
NH3 NH3
NH3
Cis-tetrammindibromokabaltat(III)
Jika tak terdapat ligan yang sama :
-          kompleks bujur sangkar :  yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu dan yang berseberangan
1-
Cl                      Br
NH3 NO2
1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II)
-          kompleks oktahedral : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu sebagai no 1, selanjutnya ligan nomor 2, 4 dan 6
1



5                           2
4                              3
6
+
Cl
Py                         Br
I                               NH3
NO2
1-ammin-3-bromo-4-iodo-6-piridinkloronitroplatina(IV)
1.       Isomir optik
Awalan d : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan
Awalan l : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri
FILED UNDER KIMIA KOORDINASI TAGGED WITH PENDAHULUAN
MAY 18, 2010 LEAVE A COMMENT
II.1 Struktur Lewis
Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot
(sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6C, 7N, 8O, dan 9F adalah :
.                      .                       .                     ..
.  . . N : :  : : F :
.                      .                       .                     .
Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul tersebut,  setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH4, NH3, H2O dan HF adalah :
H                           H
..                       ..                      ..                     ..
H :  : H             H : N : H            H : O : H           H : F :
..                       ..                      ..                     ..
H
Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan kovalen koordinasi (ikatan koordinasi).
II.2 Sifat kemagnetan
Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet
Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet
Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet.
Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) :
µ  =   √[n(n+2)] BM
dengan  n = jumlah elektron tak berpasangan
BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik)
II.3 Teori Ikatan Valensi
§  Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi
§  Struktur  kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya.
sp        → linier
sp2 → trigonal planar
sp3 → tetrahedral
sp3d     → bipiramida segitiga
sp3d2 → oktahedral
dsp2 → bujur sangkar
Contoh :
a. [CoF6]3- →    eksperimen : oktahedral, paramagnetik
27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0
27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0
Karena  [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d.
Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari F-
Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar.
hibridisasi sp3d2
b. [Co(NH3)6]3+ →     Eksperimen : oktahedral, diamagnetik
27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0
27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0
Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2 dan 3dz2.
Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3.
Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam.
hibridisasi d2sp3
II.4 Teori Medan Kristal
§  Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti
§  Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik
§  Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d
Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d
ü  Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada  sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g.
ü  Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada  sumbu atom.
ü  Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik.
ü  Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).
ü  Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil.
ü  Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah.
ü  Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi.
Contoh :
1.       [CoF6]3- →    eksperimen : oktahedral, paramagnetik
F- merupakan ligan lemah (∆o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3- bersifat paramagnetik.
1.       [Co(NH3)6]3+ →     Eksperimen : oktahedral, diamagnetik
NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik.
II.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi o
§  Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+
§  Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d
§  Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar
§  Berbanding terbalik dengan ukuran ligan
Deret spektrokimia :
Ligan kuat                            Ligan sedang                            Ligan lemah
CO, CN- > phen > NO2- > en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br- > I-
II.6 Energi Penstabilan Medan Kristal
§  Persamaan energi potensial klasik :  E ≈ Q1Q2/R
§  Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logam-logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga  disebut  Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE).
§  CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg.
Sistem
Konfigurasi
(spin tinggi)
CFSE
Konfigurasi
(spin rendah)
CFSE
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
t2g1
t2g2
t2g3
t2g3 eg1
t2g3 eg2
t2g4 eg2
t2g5 eg2
t2g6 eg2
t2g6 eg3
t2g6 eg4
0,4∆o
0,8∆o
1,2∆o
0,6∆o
0
0,4∆o
0,8∆o
1,2∆o
0,6∆o
0
t2g4
t2g5
t2g6
t2g6 eg1
1,6∆o
2,0∆o
2,4∆o
1,8∆o
LL.7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks
1.       Kompleks Oktahedral
Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).
1.       Kompleks Tetragonal
Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,  dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik.
1.       Kompleks bujur sangkar
Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana  2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,  dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.
1.       Kompleks tetrahedral
Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya  Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g(dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g).
Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut :
II.8 Warna Senyawa Kompleks
Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H2O)63+ disajikan pada gambar berkut :
II.9 Teori Orbital Molekul
§  Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO).
§  2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan  1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi.
§  Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom.
§  Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan.
§  Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.
Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut:
§  Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan.
§  Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0.
§  Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi.
Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut:
§  Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom.
Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut :
Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs paling rendah kemudian diikuti σp dan σd.
Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o kecil (misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*. Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σd* semakin besar yang berarti juga se makin besarnya  ∆o.
II.10 Pengaruh ikatan π terhadap stabilitas kompleks
Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO2-, RNC dan CN- memiliki medan ligan yang kuat sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆o yang besar. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan  ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan mengambil sebagai kompleks Fe(CN)64- sebagai contoh.
Fe2+ memiliki orbital dπ (t2g) yang terisi elektron, sedang  CN- memiliki orbital anti ikatan (π*) yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan orbital t2g. Dengan demikian interaksi antara Fe2+ dengan CN- selain terjadi melalui ikatan σ dimana CN- berperan sebagai basa Lewis, juga terjadi melalui ikatan π dimana CN- berperan sebagai asam  Lewis. Dalam hal ini terjadi sinergi. Ikatan σ akan efektif jika CN- memiliki kerapatan elektron yang besar, hal ini terpenuhi karena adanya aliran elektron dari Fe2+ ke CN- melalui ikatan π. Aliran elektron tersebut juga berakibat rendahnya kerapatan elektron pada Fe2+, dan hal ini juga menambah efektifitas ikatan σ tersebut. Jadi adanya ikatan π menyebabkan ikatan σ lebih efektif, sebaliknya adanya ikatan σ mengakibatkan ikatan π lebih efektif. Dengan demikian ikatan π dalam hal ini memperbesar ∆o dan menambah kestabilan kompleks. Ikatan semacam ini juga dapat terjadi jika ligan memiliki orbital dπ kosong (misalnya pada R3P, R3As dan R2S).
Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil atau mengurangi kestabilan kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ maupun ikatan π, seperti yang terjadi pada ligan-ligan : F-, Cl-, Br-, I-, RO-, RS-, dll. Ligan-ligan tersebut memiliki pasagan elektron pada orbital pπ yang dapat didonasikan kepada orbital kosong dπ pada ion pusat.
Pengaruh ikatan π terhadap ∆o diilustrasikan dengan diagram berikut :


FILED UNDER KIMIA KOORDINASI
MAY 17, 2010 LEAVE A COMMENT
III.1 Geometri Senyawa Koordinasi
Menurut teori VSEPR (valence shell electron pair repulsion), pasangan-pasangan elektron kulit terluar atom pusat dalam suatu molekul akan berada pada posisi yang saling berjauhan sehingga tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron dalam masing-masing ikatab tersebut mimimal. Berdasarkan pada prinsip ini, maka geometri senyawa koordinasi secara umum dapat diprediksi berdasarkan jumlah ligannya, yaitu geometri linier, trigonal planar, tetrahedral, bipiramida trigonal, dan oktahedral untuk kompleks dengan bilangan koordinasi masing-masing 2, 3, 4, 5 dan 6.
III.2 Distorsi Jahn-Teller
Distorsi Jahn-Teller adalah penyimpangan geometri kompleks (dari oktahedral menjadi tetragonal) yang disebabkan oleh keberadaan elektron pada orbital d pada ion pusatnya. Dalam hal ini ligan dipandang sebagai muatan negatif, oleh karenanya akan mendapat tolakan oleh elektron (yang juga bermuatan negatif) yang terdapat pada orbital d. Walaupun demikian hanya elektron-elektron pada orbital-orbital tertentu yang tolakannya efektif sehingga distorsi Jahn-Teller teramati. Pada tabel berikut diringkaskan distorsi yang dihasilkan oleh elektron-elektron orbital d pada kompleks ”oktahedral”.
Sistem
Struktur yang diprediksikan
Keterangan
Spin tinggi
d1, d6
d2, d7
d3, d8
d4, d9
d5, d10
Spin rendah
d6
d8
Distorsi tetragonal
Distorsi tetragonal
Tidak terdistorsi
Distorsi tetragonal yang besar
Tidak terdistorsi
Tidak terdistorsi
Distorsi tetragonal yang besar
Tidak teramati
Tidak teramati
Terbukti secara eksperimen
Terbukti secara eksperimen
Terbukti secara eksperimen
Terbukti secara eksperimen
Menghasilkan kompleks bujur sangkar
Sistem d1, d6 : Pada sistem d1, satu elektron akan menempati salah satu orbital t2g, misalnya dxy. Secara teoritis 4 ligan yang terdapat pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga posisinya menjadi lebih jauh dibanding dua ligan yang terdapat ada sumbu-z, dan dengan demikian terjadi distorsi tetragonal. Akan tetapi ternyata distorsi tetragonal dalam sistem d1 tidak teramati. Hal ini disebabkan oleh karena elektron berada pada jarak yang relatif jauh mengingat  orbital dxy terletak diantara sumbu atom (pada hal ligan terletak pada sumbu atom). Untuk sistem d6 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem  d1 karena dari 6 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).
Sistem d2, d7 : Pada sistem d2, kedua elektron akan menempati orbital-orbital t2g yang terletak diantara sumbu atom. Oleh karena itu walaupun secara teoritis tejadi distorsi tetragonal, akan tetapi tidak teramati seperti halnya pada sistem d1. Untuk sistem d7 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem  d2 karena dari 7 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).
Sistem d3, d8 : Pada sistem d3, ketiga elektron akan terdistribusi pada orbital-orbital t2g (masing-masing orbital 1 elektron), sehingga keenam ligan menerima tolakan yang sama. Akibatnya geometri kompleks tetap oktahedral (tidak akan mengalami distorsi), dan hal ini sesuai dengan data eksperimen. Untuk sistem d8 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem  d3 karena dari 8 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).
Sistem d4, d9 : Pada sisrem d4 spin tinggi, tiga elektron pertama akan terdistribusi pada orbital-orbital t2g, sedang elektron ke-4 akan menempati orbital eg (dx2-y2 atau dz2). Jika menempati orbital dx2-y2 maka 4 ligan yang berada pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 2 ligan lainnya. Sebaliknya jika menempati orbital dz2 maka 2 ligan yang berada pada sumbu-z akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Karena orbital dx2-y2 dan dz2 berjarak relatif dekat (berhadapan langsung) dengan ligan maka distorsi yang dihasilkan cukup kuat dan teramati pada eksperimen. Untuk sistem d9 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem  d4karena dari 9 elektron yang ada, 6 diantaranya telah terdistribusi pada orbital eg dan 2 diantaranya telah terdistribusi pada orbital t2g.
Sistem d5, d10 : Pada sistem d5 dan d10 elektron –elektron terdistribusi secara merata pada 5 orbital d sehingga masing-masing ligan mengalami tolakan yang sama dan dengan demikian tidak tidak menghasilkan distorsi. Hal ini sesuai dengan yhasil eksperimen.
Dengan pola pikir yang sama dapat pula dijelaskan pengatuh elektron terhadap geometri kompleks pada sistem d6 dan d8 spin rendah.
III.3 Isomeri Dalam Senyawa Kompleks
Dalam senyawa kompleks (juga senyawa-senyawa karbon) sering dijumpai adanya 2 senyawa dengan kompsisi kimia sama namun berbeda dalam sifat-sifatnya. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan cara susun atom dalam molekul-molekul tersebut, inilah yang disebut isomeri. Secara garis besar dikenal 2 macam isomeri, yaitu isomer ruang (stereoisomer) dan isomer struktur.
1. Isomer ruang
1.       Isomeri Geometri (isomeri cis-trans): ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis dan jumlah yang sama, namun ligan-ligan tersebut berbeda dalam posisi relatifnya terhadap ion pusat. Isomeri geometri terdapat pada kompleks bujur sangkar atau kompleks okahedral.
Kompleks bujur sangkar :
Kompleks bujur sangkar yang telah banyak dikaji dalam hal ini adalah kompleks Pt.
-          Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer :
2-
Cl                      Br
Br                     NO2
trans-dibromokloronitroplatinat(II)
2-
Br                      Cl
Br                     NO2
cis-dibromokloronitroplatinat(II)
-          Jika keempat ligan berbeda, tedapat 3 isomer :
1-
Cl                      Br
NH3 NO2
[Pt<NH3Br><ClNO2>]
1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II)
1-
Br                      Cl
NH3 NO2
[Pt<NH3Cl><BrNO2>]
1-ammin-3-kloro-bromonitroplatinat(II)
1-
Cl                      NO2
NH3 Br
[Pt<NH3NO2>< BrCl>]
1-ammin-3-nitro-bromokloroplatinat(II)
-          Jika ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer :
B                       B
A                      A
cis
B                       A
A                      B
trans
Kompleks oktahedral :
-     Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer :
+
NH3
Br                         Br
NH3 NH3
NH3
Cis-tetrammindibromokabaltat(III)
+
NH3
NH3 Br
Br                               NH3
NH3
Trans-tetrammindibromokabaltat(III)
-          Jika keenam ligan berbeda, tedapat 15 isomer :
Contoh : MABCDEF
Posisi A trans terhadap B   →   terdapat 3 isomer
A
C                              F
E                                      D
B
A
C                               D
F                       E
B
A
C                               D
E F
B
Selanjutnya untuk posisi A trans terhadap C, A trans terhadap D, A trans terhadap E,  dan A trans terhadap F masing-masing juga terdapat 3 isomeri sehingga secara keseluruhan berjumkah 15 isomeri.
-          Jika ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer
Misal : triglisinatokromium(III)
1.       Isomeri optik : ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis, jumlah dan posisi relatif yang sama, namun kedua senyawa tersebut membentuk bayangan cermin yang tidak bisa diimpitkan satu sama lain (seperti tangan kanan dan tangan kiri). Pasangan senyawa yang berisomer optik bersifat optis aktif, yaitu dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi (cahaya yang hanya merambat melalui 1 bidang getar). Isomer yang satu memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kanan (disebut dekstro, d), dan yang lain memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kiri (disebut levo, l). Jika pasangan isomer tersebut dicampurkan dengan konsentrasi yang sama, maka akan terjadi campuran rasemik yang tidak lagi bersifat optis aktif (karena saling menetralkan). Syarat suatu senyawa memiliki isomer optik adalah asimetri (tak memiliki bidang simetri). Untuk senyawa karbon hal ini terjadi jika terdapat atom C khiral (mengikat 4 atom/gugus yang berbeda). Kompleks-kompleks berstruktur linier, trigonal planar dan bujur sangkar tidak memiliki isomer optik, karena memiliki bidang simetri (minimal 1, yaitu bidang molekulnya). Hanya kompleks tetrahedral dan kompleks oktahedral dengan konfigurasi tertentu yang bersifat optis aktif.
Kompleks tetrahedral :
Isomer optik pada kompleks tetrahedral, dijumpai pada kompleks Be(II), B(III) dan Zn(II). Dalam hal ini tidak harus keempat ligannya berbeda (seperti pada senyawa karbon), yang penting tidak memiliki bidang simetri, misalnya pada bis-(benzoilasetonato)berilium(II) seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Kompleks oktahedral :
-          [M(AA)3] : ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor sama
trioksalatokromat(III)tetrammin-µ-dihidroksodikobaltat(III)
-          [M(AA)2X2] : ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor sama dan 2 ligan monodentat sejenis
Bis(etilendiamin)diklororhodium(III)
-          [M(AA)X2Y2] : ion pusat mengikat 1 ligan bidentat dengan atom donor sama, dan 2
jenis ligan monodentat masing-masing 2
Diamminetilendiammindiklorokobaltat(III)
-          [M(AAAAAA)] : ion pusat mengikat 1 ligan heksadentat
[Co(EDTA)]-
-          [M(ABCDEF)] : ion pusat mengikat 6 ligan monodentat
[Pt(py)(NH3)(NO2)(Cl)(Br)(I)]
1.       2. Isomer struktur
2.       Isomer koordinasi
Terdapat dalam senyawa yang kation maupun anionnya merupakan ion kompleks sehingga ligan pada kation dapat dipertukarkan dengan ligan pada anion.
Contoh : [Co(NH3)6][Cr(C2O4)3] dengan [Co(C2O4)3][Cr(NH3)6]
1.       Isomer ionisassi
Terdapat dalam senyawa-senyawa kompleks dengan komposisi kimia yang sama, tetapi jika dilarukan menghasilkan jenis ion yang berbeda.
Contoh : [Co(NH3)4(Br)(NO2)]Cl dengan [Co(NH3)4(Cl)(NO2)]Br
1.       Isomer ikatan
Senyawa kompleks memiliki isomer ikatan jika mengandung ligan momodentat yang memiliki 2 macam atom donor.
Contoh : [(NH3)5Co-NO2)]Cl2 dengan [(NH3)5Co-ONO)]Cl2
FILED UNDER KIMIA KOORDINASI
MAY 16, 2010 LEAVE A COMMENT
Dikenal 2 macam kestabilan senyawa kompleks, yaitu kestabilan termodinamika dan kestabilan kinetika. Kestabilan termodinamika menunjuk pada perubahan energi bebas Gibs (∆G) yang terjadi dalam perubahan dari reaktan menjadi produk, sedang kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#) pada substitusi reaksi pertukaran ligan.
IV.1  Kestabilan Termodinamika
Kestabilan termodinamika senyawa kompleks lebih sering dinyatakan dengan konstanta kesetimbangan (ingat ∆G = -RT ln K) dalam reaksi ion logam terhidrasi dengan ligan yang sesuai selain air. Harga K memberikan gambaran tentang konsentrasi relatif masing-masing spesies dalam kesetimbangan. Jika harga K besar berarti konsentrasi kompleks jauh lebih besar dibanding konsentrasi komponen-komponen pembentuknya. Suatu kompleks stabil bilamana harga K dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut besar.
Kompleks logam terbentuk dalam larutan melalui tahap-tahap reaksi, dan konstanta kesetimbangan dapat ditulis untuk masing-masing tahap. Misalnya untuk reaksi pembentukan Cu(NH3)42+ :
[Cu(H2O)4]2+ +  NH3 ↔  [Cu(H2O)3(NH3)]2+ K1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+)( NH3)
[Cu(H2O)3(NH3)]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ K2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/[Cu(H2O)3(NH3)]2+( NH3)
[Cu(H2O)2(NH3)2]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ K3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/[Cu(H2O)2(NH3)2]2+( NH3)
[Cu(H2O)(NH3)3]2+ + NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ K4 = ([Cu(NH3)4]2+)/[Cu(H2O)(NH3)3]2+( NH3)
Konstanta kesetimbangan juga dapat ditulis secara keseluruhan (over-all stability consant) denga notasi β. Untuk reaksi tersebut di atas :
[Cu(H2O)4]2+ +  NH3 ↔  [Cu(H2O)3(NH3)]2+ β 1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)
[Cu(H2O)4]2+ + 2NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ β 2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)2
[Cu(H2O)4]2+ + 3NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ β 3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)3
[Cu(H2O)4]2+ + 4NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ β 4 = ([Cu(NH3)4]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)4
Dengan sedikit penjabaran matematis akan diperoleh hubungan :
β 1 =  K1
β 2 =  K1. K2
β 3 =  K1. K2.K3
β4 =  K1. K2.K3.K4
Dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut seringkali ligan H2O tidak ditulis karena jumlah molekul H2O yang menghidrasi masing-masing ion pada umumnya belum diketahui secara pasti, molekul-molekul air tidak mempengaruhi konstanta kesetimbangan (walaupun terlibat dalam reaksi), dan dalam larutan encer aktivitas air dapat dianggap 1.
IV.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks
1. Aspek ion pusat
a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom)
Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat bertambah
b. CFSE (energi psntabilan medan ligan)
Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena CFSE pada   dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. Pengaruh CFSE terhadap K dapat dilihat pada diagram berikut.
Bulatan-bulatan pada gambar tersebut adalah harga log K relatif masing-masing logam bedasarkan eksperimen, sedang garis putus-putus merupakan kecenderungan harga log K secara teoritis dengan tanpa memperhitungkan CFSE.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil
2. Aspek ligan
a. Efek khelat
Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat analog (yang atom donornya sama).  [Ni(en)3]3+dengan β3 sebesar 4.1018 adalah lebih stabil dibanding [Ni(NH3)6]3+ β6 sebesar 108
a. Ukuran cincin
Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5 adalah yang paling stabil, tetapi jka    ligan memiliki ikatan rangkap, maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6.
b. Hambatan ruang (steric effect)
Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding ligan-ligan tak     bercabang yang analog.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil
IV.3 Kestabilan Kinetika.
Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#) pada substitusi reaksi pertukaran ligan. Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G# semakin besar. Kompleks yang ligannya dapat digantikan oleh ligan lain dengan cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 oC dan konsentrasi larutan 0,1 M) disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung lambat disebut kompleks inert (lembam).
Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak stabil bersifat labil, namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh, CN- membentuk kompleks yang sangat stabil dengan Ni2+, hal ini tercermin dari harga K yang besar untuk reaksi berikut :
[Ni(H2O)6]2+ +     4CN- ↔          [Ni(CN-)4]2- +     6H2O
Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel 13CN- , ternyata terjadi reaksi pertukaran ligan yang sangat cepat antara  CN- dengan 13CN- seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut :
[Ni(CN-)4]2- +     4 13CN- ↔    [Ni(13CN-)4]2- +    4CN-
Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH3)6]3+ tidak stabil dalam larutan asam, sehingga reaksi berikut hampir sempurna berjalan ke kanan.
4[Co(NH3)6]3+ +    20H+ +     26H2O     ↔    4[Co(H2O)6]3+ +    24NH4+ +   O2
Akan tetapi [Co(NH3)6]3+ dapat tinggal dalam larutan asam pada suhu kamar selama beberapa hari dengan tanpa terjadi perubahan.
Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert..
Kestabilan kinetika kompleks oktahedral dapat diprediksi berdasarkan Aturan Taube, yaitu :
§  Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya
-     mengandung elektron pada orbital eg atau
-     mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3.
§  Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya
-          tidak mengandung elektron pada orbital eg dan
-          mengandung elektron pada orbital d minimal 3.
Aturan Taube tersebut logis dan dapat dinalar. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital eg labil, karena elektron tersebut posisinya dekat (behadapan langsung) dengan ligan sehingga memberikan tolakan yang signifikan terhadap ligan dan dengan demikian ligan tersebut relatif mudah lepas dan digantikan oleh ligan lain. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3 labil, karena pada kompleks tersebut masih terdapat minimal 1 orbital t2g yang kosong dimana ligan pengganti dapat mendekati ion pusat dengan tolakan yang relatif kecil.
Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Aturan Taube
Sistem
(low spin)
CFSE, ∆o
Prediksi
elektron pada eg
jumlah e pada orbital d
d0
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
tak ada
tak ada
tak ada
tak ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
< 3
< 3
< 3
3
> 3
> 3
> 3
> 3
> 3
> 3
> 3
labil
labil
labil
inert
labil
labil
labil
labil
labil
labil
labil
Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Perubahan CFSE
(kompleks inert jika Perubahan CFSE berharga positif)
Sistem
(low spin)
CFSE, ∆o
Perubahan CFSE, ∆o
Oktahedral
Piramida bujursangkar
Harga
Kesimp.
d0
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
0
0,4
0,8
1,2
0,6
0
0,4
0,8
1,2
0,6
0
0
0,45
0,91
1,0
0,91
0
0,45
0,91
1,0
0,91
0
0
-0,05
-0,11
+0,2
-0,31
0
-0,05
-0,11
+0,2
-0,31
0
labil
labil
labil
inert
labil
labil
labil
labil
inert
labil
labil
FILED UNDER KIMIA KOORDINASI
MAY 15, 2010 LEAVE A COMMENT
V.1 Reaksi Substitusi
Reaksi substitusi adalah reaksi di mana 1 arau lebih ligan dalam suatu kompleks digantikan oleh ligan lain. Karena ligan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik (menyukai inti atom), maka reaksi tersebut juga dikenal sebagai reaksi substitusi nukeofilik (SN).
Berdasarkan mekanismenya reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi :
1.       SN1 (lim)
2.       SN1
3.       SN2
4.       SN2 (lim)
1.       SN1 (lim) : substitusi nukleofilik orde-1 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan pemutusan salah satu ligan, ini berlangsung lambat sehingga merupakan tahap penentu reaksi (rate determining step). Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) hanya dipengaruhi oleh jenis kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[Co(CN-)5(H2O)]2- +    Y- ↔    [Co(CN-)5(Y-)]2- +    H2O
Diperoleh data harga k untuk berbagai ligan pengganti (Y-) sebagai berikut :
ligan pengganti (Y-)
k (detik-1)
Br-
I-
SCN-
N3-
H2O-
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
Mekanisme reaksi :
[Co(CN-)5(H2O)]2- ↔    [Co(CN-)5]2- +       H2O                (lambat)
[Co(CN-)5]2- +    Y- ↔    [Co(CN-)5(Y-)]2- (cepat)
Persamaan laju reaksi :  r = k ([Co(CN-)5(H2O)]2-)
1.       SN1 : substitusi nukleofilik orde-1
Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan (walaupun sangat lemah) antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti. Harga k terutama ditentukan oleh jenis ion kompleks, namun jika jenis ligan pengganti divariasi ternyata memberikan sedikit pengaruh seperti tersaji pada tabel berikut :
ligan pengganti (Y-)
k
[Ni(H2O)6]2+
[Co(H2O)6]2+
SO42-
Glisin
Diglisin
imidazol
1,5
0,9
1,2
1,6
2
2,6
2,6
4,4
1.       SN2 : substitusi nukleofilik orde-2
Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti baru mulai melemah sudah terjadi pembentukan ikatan yang sudah hampir sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti.
1.       SN2-lim : substitusi nukleofilik orde-2 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan pembentukan ikatan yang sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti, dilanjutkan dengan pemutusan ligan terganti. Dengan demikian zantara (intermediate) merupakan kompleks koordinasi 5. Konstanta laju reaksi (k) dipengaruhi baik oleh jenis kompleks maupun oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[PtCl4]2- +       X- ↔          [PtCl3X-]2- +   Cl-
Mekanisme :
[PtCl4]2- +       X- ↔          [PtCl4X-]2- (lambat)
[PtCl4X-]2- ↔         [PtCl3X-]2- +     Cl- (cepat)
Persamaan laju reaksi :  r = k ([PtCl4]2-)2(X-)
Untuk reaksi SN2 (lim) tersebut dapat disusun urutan laju reaksi untuk bebagai ligan pengganti (Y-), dimana perbandingan laju reaksi bilamana digunakan ligan PR3 :  OR- =  107 : 1
Reaksi substitusi pada kompleks oktahedral pada umunya berlangsung melalui mekanisme  SN1 dan SN1-lim (mekanisme disosiatif), sedang substitusi pada kompleks bujursangkar  pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN2 dan SN2-lim (asosiatif). Hal ini dapat dipahami mengingat kompleks koordinat 6 sudah cukup crowded dan tidak ada tempat lagi bagi ligan pengganti untuk bergabung sehingga dihasilkan kompleks koordinat 7. Adapun untuk kompleks bujursangkar masih tersedia ruangan yang cukup longgar bagi ligan pengganti untuk bergabung membentuk intermediate berupa kompleks koordinat 5.
V.2 Reaksi Redoks
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) adalah reaksi dimana terjadi perubahan btlangan oksidasi pada ion-ion pusatya. Berdasarkan mekanismenya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism) dan mekanisme bola luar (outer sphere mechanism).
a. Mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism)
Mekanisme bola dalam juga disebut mekanisme perpindahan ligan karena perpindahan elektron dalam reaksi ini juga disertai dengan perpindahan ligan. Selain itu juga dikenal sebagai mekanisme jembatan ligan karena kompleks teraktivasinya merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan. Mekanisme ini terjadi antara dua kompleks di mana kompleks yang 1 innert dan yang lain labil.
Contoh :
[Co(NH3)5Cl]2+ +  [Cr(H2O)6]2+ + 5H3O+ ↔  [Co(H2O)6]2+ +   [CrCl(H2O)5]2+ + 5NH4+
Dalam reaksi tersebut tejadi perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III)  disertai dengan perpindahan ligan Cl- dari Co(III)   ke Cr(II). Jika dalam reaksi digunakan [Co(NH3)5*Cl]2+ dan juga ditambahkan Cl- ke dalam larutan tenyata yang dihasilkan adalah [Cr*Cl(H2O)5]2+ dan bukan [CrCl(H2O)5]2+ , artinya Cl- yang terikat pada Cr adalah Cl- yang semula terikat oleh Co. Untuk menjelaskan hal itu, H.Taube mengusulkan bahwa kompleks teraktivasi merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan, yaitu  [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+. Jadi Cl berfungsi sebagai “kabel” untuk perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III) sehingga masing-masing berubah menjadi Cr(III) ke Co(II). Setelah terjadi perpindahan elektron jari-jari Cr mengecil (karena muatan positif bertambah), sebaliknya Co membesar (karena muatan positif berkurang). Akibatnya daya tarik  Cr(III) terhadap ligan Cl- lebih besar dibanding daya tarik  Co(II) terhadap ligan Cl- dan setelah ikatan putus Cl- terikat oleh Cr(III).
Mekanisme :
[Co(NH3)5Cl]2+ +  [Cr(H2O)6]2+ ↔    [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+ +    H2O
[(NH3)5Co-Cl- Cr(H2O)5]4+ ↔    [(NH3)5Co]2+ +     [Cl-Cr(H2O)5]2+
[(NH3)5Co]2+ +      5H3O+ +    H2O    ↔     [Co(H2O)6]2+ +    5NH4+
Fakta lain yang mendukung usulan Taube tersebut adalah bahwa jika digunakan ligan yang lebih konduktif  (lebih polar atau memiliki ikatan rangkap, ternyata reaksi berlangsung lebih cepat :
VI- >  VBr- >  VCl-
V-CH=CH-CH-COO- >  V-CH2-CH2-CH2-COO-
b. Mekanisme bola luar (outer sphere mechanism)
Dalam mekanisme ini hanya terjadi perpindahan electron dan tidak disertai dengan perpindahan ligan, sehingga juga dikenal sebagai mekanisme perpindahan electron. Mekanisme ini terjadi dalam reaksi antara 2 kompleks yang inert.
Contoh :
[*Fe(CN)6]4- +    [Fe(CN)6]3- →      [*Fe(CN)6]3- +     [Fe(CN)6]4-
Karena kedua kompleks bersifat innert, maka pelepasan berlangsung lambat. Adapun elektron, dapat berpindah dengan sangat cepat (jauh lebih cepat dari perpindahan ligan) ; oleh karena itu tidak mugkin terjadi kompleks teraktivasi jembatan ligan. Dalam hal ini akan ditinjau 2 kemungkinan mekanisme :
§  Kedua kompleks saling mendekat kemudian diikuti oleh perpindahan elektron dari Fe(III) ke *Fe(II). Jika hal ini terjadi maka akan tejadi kompleks *Fe(II) dengan ikatan logam-ligan yang perlalu pendek, dan kompleks Fe(III) dengan ikatan logam-ligan yang perlalu panjang. Kedua produk tersebut memiliki tingkat energi yang tinggi (tak stabil), sehinga diduga tidak tejadi.
§  Kedua kompleks terlebih dahulu membentuk ompleks yangh simetris. Ikatan logam-ligan pada *Fe(II) agak mengkerut sedang pada Fe(III) agak mulur. Hal ini juga memerlukan energi tetapi relatif sedikit. Setelah kedua kompleks bergeometri sama (keadaan teaktivasi elektron berrpindah dari Fe(III) ke *Fe(II) melalui ligan-ligan kedua kompleks yang saling berdekatan. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa jika perbedaan panjang ikatan logam-ligan dalam kedua kompleks semakin besar tenyata ternyata reaksi berlangsung semakin lambat.
Pereaksi
K (pada suhu 25 oC)
[*Mn(CN)6]4- +    [Fe(CN)6]4-
[*Fe(CN)6]3- +    [Fe(CN)6]4-
[*Co(NH3)6]2+ +    [Co(NH3)6]3+
> 106 mol detik-1
≈ 105 mol detik-1
≈ 104 mol detik-1
V.3  Pengaruh Trans
Dalam reaksi substitusi pada kompleks platinum teramati bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat gugus yang berada pada posisi trans dari ligan terganti. Ligan-ligan dapat diurutkan berdasarkan ”pengaruh trans”, yaitu kemampuan melabilkan ligan lain yang berada pada posisi trans untuk siap digantikan. Dalam daftar berikut ligan diurutkan mulai dari yang memiliki  ”pengaruh trans” paling kuat, : CO, CN-, C2H4 > PR3, H-, RO > CH3-, SC(NH2)2> C6H5, NO2-, I-, SCN- > Br- > Cl- > NH3, Py, RNH2, F- > OH- > H2O.
Contoh :
Cl                      Cl                                Cl                    Cl                            Cl                    Cl
Cl                     Cl                               NH3 Cl                             NH3 NH3
Cis
Penjelasan : –   Pada penambahan pertama, NH3 menggantikan Cl di sembarang posisi
- Pada penambahan  kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka salah satu ligan (selain NH3) yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks cis.
NH3 NH3 NH3 NH3 NH3 Cl
NH3 NH3 Cl                 NH3 Cl                  NH3
Trans
Penjelasan : -   Pada penambahan pertama, Cl menggantikan NH3 di sembarang posisi
-  Pada penambahan  kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka salah satu ligan yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks trans
WARNA
WARNA KOMPLEMEN
Hijau kekuningan
Hijau
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Biru
Biru keunguan
Ungu kebiruan
Ungu kemerahan
Merah
Oranye
Kuning keoranyean
Kuning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar