I.1 Batasan Pengertian
Kimia Koordinasi :
Bagian dari Ilmu Kimia yang mempelajari senyawa- senyawa
koordinasi.
Senyawa koordinasi/senyawa kompleks :
Senyawa yang terbentuk melalui ikatan
koordinasi (ikatan kovalen
koordinasi) antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga
sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami (pada awal
penemuannya)
Ikatan kovalen koordinasi :
Ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan
bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah
satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa
tersebut.
Ion/atom pusat :
Ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat
(bagian tengah) sebagai penerima pasangan elektron (Asam Lewis), umumnya berupa
logam (terutama logam-logam transisi).
Ligan (gugus pelindung) :
atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian
luar sebagai pemberi pasangan elektron (Basa Lewis).
Banyak materi penting yang merupakan senyawa kompleks, misalnya
: klorofil, hemoglobin, vitamin B12, Katalis Ziegler – Nata, tinta cina, dll
Beberapa contoh fenomena yang terkait dengan eksistensi senyawa
kompleks adalah :
§ · Ag(aq)+ + Cl(aq)- ↔ AgCl(s)putih (1)
AgCl(s)putih +
2 NH3(g) ↔ [Ag(NH3)2] (aq)+ + Cl(aq)- (2)
Keterangan : Jika ke dalam larutan yang mengandung Ag+ ditambahkan Cl- maka akan terbentuk endapan
putih AgCl. Jika ke dalam endapan tersebut ditambahkan NH3 maka endapan larut membentuk ion
kompleks [Ag(NH3)2]+ . Jika selanjutnya ditambahkan larutan
HNO3, maka endapan putih akan terbentuk kembali. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya pergeseran kesetimbangan pada reaksi (2) ke arah
kiri. Kesetimbangan bergeser ke kiri karena terjadi pengurangan NH3 membentuk NH4+.
§ Pembentukan ion kompleks seringkali disertai dengan
timbulnya warna tertentu pada larutan, misalnya pada penggunaan tinta rahasia.
Tulisan yang dibuat dengan tinta tersebut hanya dapat dilihat jika kertas
dipanaskan. Pada suhu kamar tulisan akan kembali tak kasat mata. Hal ini
terkait dengan perubahan warna yang menyertai pembentukan senyawa kompleks
seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut :
2 [Co(H2O)6]Cl2 ↔
Co[CoCl4] + 12 H2O
merah
jambu
biru
(jika encer : transparan)
I.2
Sejarah Penemuan
§ Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert
(1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh
karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah
jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun.
Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah dibuat dan dikaji
sifat-sifatnya, misalnya :
Kompleks
|
Rumus Kimia
(sekarang)
|
Cr(SCN)2.NH4SCN.2NH3
PtCl2.2NH3
Co(NO2)3.KNO2.2NH3
PtCl2.KCl.C2H4
|
NH4[Cr (NH3)2(NCS)4]
[Pt(NH3)4][PtCl4]
K[Co(NH3)2(NO2)4]
K[Pt(C2H4)Cl3]
|
§ Banyak senyawa kompleks memperlihatkan warna yang khas,
oleh karena itu warna pernah dijadikan dasar dalam pemberian nama senyawa
kompleks, misalnya :
Kompleks
|
warna
|
Nama
|
CoCl3.6NH3
CoCl3.5NH3
CoCl3.4NH3
CoCl3.4NH3
CoCl3.5NH3.H2O
IrCl3.6NH3*)
|
Kuning
Ungu/merah
lembanyung (purple)
Hijau
Lembayung
(violet)
Merah
Putih
|
Luteocobaltic chloride
Purpureocobaltic
chloride
Praseocobaltic
chloride
Violeocobaltic
chloride
Roseocobaltic
chloride
Luteoiridium
chloride
|
*) Bukan karena bewarna kuning,
melainkan karena mengikat 6 molekul NH3
§ Kompleks kloroamin kobal(III) [demikian juga Cr(III)]
tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna, melainkan juga perbedaan
reaktivitas Cl yang terdapat dalam molekul-molekul tersebut. Misalnya, jika ke
dalamnya ditambahkan larutan AgNO3, maka jumah ion yang terendap
sebagai AgCl bervariasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut :
Kompleks
|
Jumlah Cl- terendap
|
Rumus Kimia
(sekarang)
|
CoCl3.6NH3
CoCl3.5NH3
CoCl3.4NH3
IrCl3.3NH3
|
3
2
1
0
|
[Co(NH3)6]Cl3
[Co(NH3)5Cl]Cl2
[Co(NH3)4Cl2]Cl
[Ir(NH3)3Cl3]
|
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada CoCl3.6NH3 dan IrCl3.3NH3 semua atom Cl
identik, akan tetapi pada CoCl3.5NH3 dan CoCl3.4NH3 terdapat perbedaan di antara atom-atom
Cl (terdapat 2 jenis).
§ Data konduktivitas molar larutan dapat dimanfaatkan untuk
memprediksikan jumah ion yang dihasilkan oleh tiap 1 molekul solut sebagaimana
ditunjuukan pada tabel berikut :
Kompleks
|
Konduktivitas molar
(ohm-1)
|
Jumlah ion
terindikasi
|
Rumus Kimia
(sekarang)
|
PtCl4.6NH3
PtCl4.5NH3
PtCl4.4NH3
PtCl4.3NH3
PtCl4.2NH3
PtCl4.NH3.KCl
PtCl4.2KCl
|
523
404
229
97
0
109
256
|
5
4
3
2
0
2
3
|
[Pt(NH3)6]Cl4
[Pt(NH3)5Cl]Cl3
[Pt(NH3)6Cl2]Cl2
[Pt(NH3)3Cl3]Cl
[Pt(NH3)2Cl4]
K[Pt(NH3)Cl5]
K2[Pt(NH3)6Cl6]
|
§ Senyawa-senyawa tertentu dengan komposisi kimia yang sama
memiliki warna yang berbeda, misalnya CoCl3.4NH3 ada yang bewarna hijau dan ada yang
bewarna lembayung. Ada kalanya yang berbeda bukan warnanya, akan tetapi
sifat-sifat yang lain. Misalnya α-PtCl4.2NH3 dan β-PtCl4.2NH3 memiliki warna yang sama (krem), akan
tetapi berbeda dalam kelarutan dan reaktifitas kimianya.
I.3
Teori Rantai (Bomstrand-Jorgenson), 1869
Terilhami oleh konsep teravalensi karbon dan pembentukan rantai
karbon dalam senyawa organik.
Ditinjau kompleks kloroamin kobal : CoCl3.6NH3 :
§ Unsur hanya memiliki 1 macam valensi, jadi Co(III) hanya
dapat membentuk 3 ikatan dalam senyawa kompleks
§ Cl dapat terikat langsung pada Co atau dengan perantara NH3.
Cl yang terikat langsung oleh Co tak teruon dan tak dapat diendapkan, sedang
yang terikat melalui perantara NH3 dapat
terion dan dapat diendapkan dengan penambahan Ag+.
§ NH3 dapat
membentuk rantai (seperti C dalam senyawa karbon).
Berdasarkan asumsi tersebut maka struktur CoCl3.6NH3,
CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb:
NH3 –
Cl
CoCl3.6NH3 :
Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl
NH3 –
Cl
Cl
CoCl3.5NH3 :
Co
– NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl
NH3 –
Cl
Cl
CoCl3.4NH3 :
Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl
Cl
Cl
CoCl3.4NH3 :
Co – NH3 – NH3 – NH3 –
Cl
( ?
? ?)
Cl
I.4
Teori Koordinasi (Alfred Werner), 1893
3 postulat Werner adalah :
1.
Unsur logam memiliki 2 macam valensi,
yaitu valensi primer dan valensi sekunder (dalam istilah sekarang masing-masing
disebut bilangan oksidasi dan bilangan koordinasi).
2.
Setiap unsur cenderung memenuhi
valensi primer maupun valensi sekundernya.
3.
Valensi sekunder diarahkan kepada
posisi tertentu dalam ruangan.
Berdasarkan 3 postulat tersebut maka struktur CoCl3.6NH3,
CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb:
Cl
NH3
NH3
NH3
CoCl3.6NH3 :
Cl
—————-Co
Rumus kimia : [Co(NH3)6]Cl3
NH3
NH3
NH3
Cl
Cl
NH3
NH3
CoCl3.5NH3 :
Cl
—————-Co
Rumus kimia : [Co(NH3)5Cl]Cl2
NH3
NH3
NH3
Cl
Cl
NH3
NH3
CoCl3.4NH3 Cl
—————-Co
Rumus kimia : [Co(NH3)4Cl2]Cl
NH3
Cl
NH3
Cl
NH3
NH3
CoCl3.4NH3 :
Co
Rumus kimia :
[Co(NH3)3Cl3]
Cl
Cl
NH3
I.5
Tatanama
1.
Urutan ion : kation disebut lebih
dulu sebelum anion
2.
Dalam hal kompleks nonionik, ditulis
dalam satu kata
3.
Nama ligan :
Ligan netral → sesuai dengan namanya,
kecuali : H2O (akuo), NH3 (ammin), NO (nitrosil), CO (karbonil).
Ligan anion → berakhiran –o
Ligan kation → berakhiran –iu
4 Urutan penyebutan
ligan : berdasarkan abjad
5 Awalan yang
menyatakan banyaknya ligan
Ligan sederhana : di (2), tri (3), tetra (4), penta (5), heksa
(6)
Ligan yang namanya telah mengandung kata ’di’, ’tri’, dst : bis
(2), tris (3), tetrakis (4), pentakis (5), heksakis (6).
6 Akhiran : kompleks
anion → berakhiran at
kompleks kation dan netral → tak
berakhiran
1.
Bilangan oksidasi ion pusat ditulis
dengan nama angka romawi diantara tanda kurung
2.
Ligan berjembatan
Ligan yang menjembatani 2 atom pusat diberi awalan – µ -
1.
Kompleks yang memiliki isomir
1.
Isomir geometri
Jika terdapat ligan yang sama : awalan ’cis’ (ligan yang sama
berdekatan)
awalan ’trans’ (ligan yang sama berseberangan)
2-
Cl
Br
Br
NO2
trans-dibromokloronitroplatinat(II)
+
NH3
Br
Br
NH3 NH3
NH3
Cis-tetrammindibromokabaltat(III)
Jika tak terdapat ligan yang sama :
- kompleks
bujur sangkar : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu dan yang
berseberangan
1-
Cl
Br
NH3 NO2
1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II)
- kompleks
oktahedral : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu sebagai no 1,
selanjutnya ligan nomor 2, 4 dan 6
1
5
2
4
3
6
+
Cl
Py
Br
I
NH3
NO2
1-ammin-3-bromo-4-iodo-6-piridinkloronitroplatina(IV)
1.
Isomir optik
Awalan d : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan
Awalan l : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri
FILED UNDER KIMIA
KOORDINASI
MAY 18, 2010 LEAVE A COMMENT
II.1
Struktur Lewis
Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi
dengan sejumlah dot
(sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6C, 7N, 8O, dan 9F adalah :
.
.
.
..
. C . . N : : O : : F :
.
.
.
.
Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar
atom dalam molekul tersebut, setiap ikatan (pasangan elektron)
digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH4, NH3, H2O
dan HF adalah :
H
H
..
..
..
..
H : C : H
H : N : H
H : O : H H : F :
..
..
..
..
H
Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom
saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua
elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan
kovalen koordinasi (ikatan koordinasi).
II.2
Sifat kemagnetan
Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat
lemah) oleh medan magnet
Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik
oleh medan magnet
Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan
magnet.
Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) :
µ = √[n(n+2)] BM
dengan n = jumlah elektron tak berpasangan
BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik)
II.3
Teori Ikatan Valensi
§ Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan
koordinasi
§ Struktur kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang
terjadi pada ion pusatnya.
sp → linier
sp2 →
trigonal planar
sp3 →
tetrahedral
sp3d → bipiramida segitiga
sp3d2 →
oktahedral
dsp2 →
bujur sangkar
Contoh :
a. [CoF6]3- → eksperimen :
oktahedral, paramagnetik
27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0
27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0
Karena [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada
elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d.
Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz,
4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami
hibridisasi sp3d2 menghasilkan
struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas
dari F-
Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d),
maka disebut komplek orbital luar.
hibridisasi sp3d2
b. [Co(NH3)6]3+ → Eksperimen :
oktahedral, diamagnetik
27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0
27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0
Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada
sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d
yaitu orbital 3dx2-y2 dan
3dz2.
Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2,
4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3 menghasilkan struktur
oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3.
Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d),
maka disebut komplek orbital dalam.
hibridisasi d2sp3
II.4
Teori Medan Kristal
§ Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti
§ Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik
§ Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d
Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d
ü Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang
terdapat pada sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara
sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g.
ü Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik
sudut bangun oktahedral yang terdapat pada sumbu atom.
ü Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami
tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik.
ü Orbital eg karena
jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding
orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat
energinya (eg memiliki
tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).
ü Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil.
ü Jika ∆o besar,
maka orbital eg tidak
terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin
rendah.
ü Jika ∆o kecil,
maka tingkat energi eg dan
t2g dianggap sama
elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron,
keadaan ini disebut spin
tinggi.
Contoh :
1.
[CoF6]3- → eksperimen :
oktahedral, paramagnetik
F- merupakan
ligan lemah (∆o kecil),
maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu
elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3- bersifat paramagnetik.
1.
[Co(NH3)6]3+ → Eksperimen :
oktahedral, diamagnetik
NH3 merupakan
ligan kuat (∆o besar),
maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya berpasangan). Dengan
demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik.
II.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi ∆o
§ Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+
§ Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d
§ Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4
ligan tetrahedral/bujur sangkar
§ Berbanding terbalik dengan ukuran ligan
Deret spektrokimia :
Ligan kuat
Ligan
sedang Ligan
lemah
CO, CN- >
phen > NO2- >
en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br- > I-
II.6
Energi Penstabilan Medan Kristal
§ Persamaan energi potensial klasik : E ≈ Q1Q2/R
§ Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik
yang melibatkan logam-logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil)
jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah
di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan
terjadinya splitting orbital d sehingga disebut
Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy,
CFSE).
§ CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar
0,4∆o untuk setiap
penempatan 1 e pada orbital t2g dan
pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk
setiap penempatan 1 e pada orbital eg.
Sistem
|
Konfigurasi
(spin
tinggi)
|
CFSE
|
Konfigurasi
(spin
rendah)
|
CFSE
|
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
|
t2g1
t2g2
t2g3
t2g3 eg1
t2g3 eg2
t2g4 eg2
t2g5 eg2
t2g6 eg2
t2g6 eg3
t2g6 eg4
|
0,4∆o
0,8∆o
1,2∆o
0,6∆o
0
0,4∆o
0,8∆o
1,2∆o
0,6∆o
0
|
t2g4
t2g5
t2g6
t2g6 eg1
|
1,6∆o
2,0∆o
2,4∆o
1,8∆o
|
LL.7
Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks
1.
Kompleks Oktahedral
Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan
yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat
energinya (eg memiliki
tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).
1.
Kompleks Tetragonal
Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2
ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya.
Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,
dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang
orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik.
1.
Kompleks bujur sangkar
Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim
dari kompleks oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik
semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z,
yaitu dz2, dxz dan
dyz tingkat energinya
semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu
dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.
1.
Kompleks tetrahedral
Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik
sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan
yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g(dxy,
dxz dan dyz),
sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat
energinya (eg memiliki
tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g).
Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks
tersebut disajikan pada Gambar berikut :
II.8
Warna Senyawa Kompleks
Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya
perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya
lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral).
Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit
energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna
yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari
warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan
oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi
pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu
warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet. Spektra absorpsi
larutan Ti(H2O)63+ disajikan pada gambar berkut :
II.9
Teori Orbital Molekul
§ Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu
penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic
Orbital, LCAO).
§ 2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan
orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah
dan 1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi.
§ Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang
antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom
tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah
kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu
atom.
§ Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang
orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan.
§ Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu
antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.
Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p
disajikan pada diagram berikut:
§ Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi
jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan.
§ Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0.
Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde
ikatannya 0.
§ Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan
orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi.
Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut:
§ Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir),
unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah.
Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter
ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara
orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya
perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga
mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom.
Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan
pada diagram berikut :
Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar berikut.
Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami
overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena
posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami
overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan.
Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat
energi σs paling
rendah kemudian diikuti σp dan
σd.
Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o kecil (misal pada [CoF6]3-)
maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+)
maka orbital t2g harus
terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*.
Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d
disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori
orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping)
antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat
energi orbital σd* semakin
besar yang berarti juga se makin besarnya ∆o.
II.10
Pengaruh ikatan π terhadap
stabilitas kompleks
Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO2-, RNC
dan CN- memiliki medan
ligan yang kuat sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆o yang besar. Hal ini disebabkan oleh
keterlibatan ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan
mengambil sebagai kompleks Fe(CN)64- sebagai contoh.
Fe2+ memiliki
orbital dπ (t2g) yang terisi elektron,
sedang CN- memiliki
orbital anti ikatan (π*) yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan
orbital t2g. Dengan demikian interaksi antara Fe2+ dengan CN- selain terjadi melalui ikatan σ dimana
CN- berperan sebagai
basa Lewis, juga terjadi melalui ikatan π dimana CN- berperan sebagai asam Lewis.
Dalam hal ini terjadi sinergi. Ikatan σ akan efektif jika CN- memiliki kerapatan elektron yang
besar, hal ini terpenuhi karena adanya aliran elektron dari Fe2+ ke CN- melalui ikatan π. Aliran elektron
tersebut juga berakibat rendahnya kerapatan elektron pada Fe2+, dan hal ini juga menambah
efektifitas ikatan σ tersebut. Jadi adanya ikatan π menyebabkan ikatan σ lebih
efektif, sebaliknya adanya ikatan σ mengakibatkan ikatan π lebih efektif.
Dengan demikian ikatan π dalam hal ini memperbesar ∆o dan menambah kestabilan kompleks.
Ikatan semacam ini juga dapat terjadi jika ligan memiliki orbital dπ kosong (misalnya pada R3P,
R3As dan R2S).
Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil
atau mengurangi kestabilan kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan
sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ maupun ikatan π, seperti yang terjadi
pada ligan-ligan : F-, Cl-, Br-, I-,
RO-, RS-, dll. Ligan-ligan tersebut memiliki pasagan
elektron pada orbital pπ yang
dapat didonasikan kepada orbital kosong dπ pada ion pusat.
Pengaruh ikatan π terhadap ∆o diilustrasikan dengan diagram berikut
:
FILED UNDER KIMIA
KOORDINASI
MAY 17, 2010 LEAVE A COMMENT
III.1
Geometri Senyawa Koordinasi
Menurut teori VSEPR (valence shell electron pair repulsion),
pasangan-pasangan elektron kulit terluar atom pusat dalam suatu molekul akan
berada pada posisi yang saling berjauhan sehingga tolak-menolak antara
pasangan-pasangan elektron dalam masing-masing ikatab tersebut mimimal.
Berdasarkan pada prinsip ini, maka geometri senyawa koordinasi secara umum
dapat diprediksi berdasarkan jumlah ligannya, yaitu geometri linier, trigonal
planar, tetrahedral, bipiramida trigonal, dan oktahedral untuk kompleks dengan
bilangan koordinasi masing-masing 2, 3, 4, 5 dan 6.
III.2
Distorsi Jahn-Teller
Distorsi Jahn-Teller adalah penyimpangan geometri kompleks (dari
oktahedral menjadi tetragonal) yang disebabkan oleh keberadaan elektron pada orbital
d pada ion pusatnya. Dalam hal ini ligan dipandang sebagai muatan negatif, oleh
karenanya akan mendapat tolakan oleh elektron (yang juga bermuatan negatif)
yang terdapat pada orbital d. Walaupun demikian hanya elektron-elektron pada
orbital-orbital tertentu yang tolakannya efektif sehingga distorsi Jahn-Teller
teramati. Pada tabel berikut diringkaskan distorsi yang dihasilkan oleh
elektron-elektron orbital d pada kompleks ”oktahedral”.
Sistem
|
Struktur yang
diprediksikan
|
Keterangan
|
Spin tinggi
d1,
d6
d2,
d7
d3,
d8
d4,
d9
d5,
d10
Spin
rendah
d6
d8
|
Distorsi
tetragonal
Distorsi
tetragonal
Tidak
terdistorsi
Distorsi
tetragonal yang besar
Tidak
terdistorsi
Tidak
terdistorsi
Distorsi
tetragonal yang besar
|
Tidak
teramati
Tidak
teramati
Terbukti
secara eksperimen
Terbukti
secara eksperimen
Terbukti
secara eksperimen
Terbukti
secara eksperimen
Menghasilkan
kompleks bujur sangkar
|
Sistem
d1, d6 : Pada sistem d1, satu elektron akan
menempati salah satu orbital t2g, misalnya dxy. Secara
teoritis 4 ligan yang terdapat pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan
sehingga posisinya menjadi lebih jauh dibanding dua ligan yang terdapat ada
sumbu-z, dan dengan demikian terjadi distorsi tetragonal. Akan tetapi ternyata
distorsi tetragonal dalam sistem d1 tidak teramati. Hal ini disebabkan
oleh karena elektron berada pada jarak yang relatif jauh mengingat
orbital dxy terletak
diantara sumbu atom (pada hal ligan terletak pada sumbu atom). Untuk sistem d6 spin tinggi pada dasarnya sama dengan
sistem d1 karena
dari 6 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital
d (masing-masing orbital 1 elektron).
Sistem
d2, d7 : Pada sistem d2, kedua elektron akan menempati
orbital-orbital t2g yang
terletak diantara sumbu atom. Oleh karena itu walaupun secara teoritis tejadi
distorsi tetragonal, akan tetapi tidak teramati seperti halnya pada sistem d1.
Untuk sistem d7 spin
tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d2 karena dari 7 elektron yang ada, 5
diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1
elektron).
Sistem
d3, d8 : Pada sistem d3, ketiga elektron akan terdistribusi
pada orbital-orbital t2g (masing-masing
orbital 1 elektron), sehingga keenam ligan menerima tolakan yang sama.
Akibatnya geometri kompleks tetap oktahedral (tidak akan mengalami distorsi),
dan hal ini sesuai dengan data eksperimen. Untuk sistem d8 spin tinggi pada dasarnya sama dengan
sistem d3 karena
dari 8 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital
d (masing-masing orbital 1 elektron).
Sistem
d4, d9 : Pada sisrem d4 spin
tinggi, tiga elektron pertama akan terdistribusi pada orbital-orbital t2g,
sedang elektron ke-4 akan menempati orbital eg (dx2-y2 atau dz2). Jika
menempati orbital dx2-y2 maka
4 ligan yang berada pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga
jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 2 ligan lainnya.
Sebaliknya jika menempati orbital dz2 maka 2 ligan yang berada pada sumbu-z
akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh
dibanding 4 ligan lainnya. Karena orbital dx2-y2 dan dz2 berjarak relatif dekat
(berhadapan langsung) dengan ligan maka distorsi yang dihasilkan cukup kuat dan
teramati pada eksperimen. Untuk sistem d9 spin tinggi pada dasarnya sama dengan
sistem d4karena dari 9 elektron yang ada, 6 diantaranya telah
terdistribusi pada orbital eg dan
2 diantaranya telah terdistribusi pada orbital t2g.
Sistem
d5, d10 : Pada sistem d5 dan
d10 elektron –elektron
terdistribusi secara merata pada 5 orbital d sehingga masing-masing ligan
mengalami tolakan yang sama dan dengan demikian tidak tidak menghasilkan
distorsi. Hal ini sesuai dengan yhasil eksperimen.
Dengan pola pikir yang sama dapat pula dijelaskan pengatuh
elektron terhadap geometri kompleks pada sistem d6 dan d8 spin rendah.
III.3
Isomeri Dalam Senyawa Kompleks
Dalam senyawa kompleks (juga senyawa-senyawa karbon) sering
dijumpai adanya 2 senyawa dengan kompsisi kimia sama namun berbeda dalam
sifat-sifatnya. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan cara susun atom
dalam molekul-molekul tersebut, inilah yang disebut isomeri. Secara garis besar
dikenal 2 macam isomeri, yaitu isomer ruang (stereoisomer) dan isomer struktur.
1. Isomer
ruang
1.
Isomeri Geometri (isomeri cis-trans):
ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis dan jumlah yang sama, namun
ligan-ligan tersebut berbeda dalam posisi relatifnya terhadap ion pusat.
Isomeri geometri terdapat pada kompleks bujur sangkar atau kompleks okahedral.
Kompleks bujur sangkar :
Kompleks bujur sangkar yang telah banyak dikaji dalam hal ini
adalah kompleks Pt.
- Jika
terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer :
2-
Cl
Br
Br
NO2
trans-dibromokloronitroplatinat(II)
2-
Br
Cl
Br
NO2
cis-dibromokloronitroplatinat(II)
- Jika
keempat ligan berbeda, tedapat 3 isomer :
1-
Cl
Br
NH3 NO2
[Pt<NH3Br><ClNO2>]
1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II)
1-
Br
Cl
NH3 NO2
[Pt<NH3Cl><BrNO2>]
1-ammin-3-kloro-bromonitroplatinat(II)
1-
Cl
NO2
NH3 Br
[Pt<NH3NO2>< BrCl>]
1-ammin-3-nitro-bromokloroplatinat(II)
- Jika ion
pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer :
B
B
A
A
cis
B
A
A
B
trans
Kompleks oktahedral :
- Jika terdapat dua ligan yang sama,
tedapat 2 isomer :
+
NH3
Br
Br
NH3 NH3
NH3
Cis-tetrammindibromokabaltat(III)
+
NH3
NH3 Br
Br
NH3
NH3
Trans-tetrammindibromokabaltat(III)
- Jika
keenam ligan berbeda, tedapat 15 isomer :
Contoh : MABCDEF
Posisi A trans terhadap B → terdapat 3
isomer
A
C
F
E
D
B
A
C
D
F
E
B
A
C
D
E F
B
Selanjutnya untuk posisi A trans terhadap C, A trans terhadap D,
A trans terhadap E, dan A trans terhadap F masing-masing juga terdapat 3
isomeri sehingga secara keseluruhan berjumkah 15 isomeri.
- Jika ion
pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer
Misal : triglisinatokromium(III)
1.
Isomeri optik : ion pusat dikelilingi
oleh ligan dengan jenis, jumlah dan posisi relatif yang sama, namun kedua senyawa
tersebut membentuk bayangan cermin yang tidak bisa diimpitkan satu sama lain
(seperti tangan kanan dan tangan kiri). Pasangan senyawa yang berisomer optik
bersifat optis aktif, yaitu dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi (cahaya
yang hanya merambat melalui 1 bidang getar). Isomer yang satu memutar bidang
cahaya terpolarisasi ke arah kanan (disebut dekstro, d), dan yang lain memutar
bidang cahaya terpolarisasi ke arah kiri (disebut levo, l). Jika pasangan
isomer tersebut dicampurkan dengan konsentrasi yang sama, maka akan terjadi
campuran rasemik yang tidak lagi bersifat optis aktif (karena saling
menetralkan). Syarat suatu senyawa memiliki isomer optik adalah asimetri (tak
memiliki bidang simetri). Untuk senyawa karbon hal ini terjadi jika terdapat atom
C khiral (mengikat 4 atom/gugus yang berbeda). Kompleks-kompleks berstruktur
linier, trigonal planar dan bujur sangkar tidak memiliki isomer optik, karena
memiliki bidang simetri (minimal 1, yaitu bidang molekulnya). Hanya kompleks
tetrahedral dan kompleks oktahedral dengan konfigurasi tertentu yang bersifat
optis aktif.
Kompleks tetrahedral :
Isomer optik pada kompleks tetrahedral, dijumpai pada kompleks
Be(II), B(III) dan Zn(II). Dalam hal ini tidak harus keempat ligannya berbeda
(seperti pada senyawa karbon), yang penting tidak memiliki bidang simetri,
misalnya pada bis-(benzoilasetonato)berilium(II) seperti ditunjukkan pada
gambar berikut :
Kompleks oktahedral :
- [M(AA)3]
: ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor sama
trioksalatokromat(III)tetrammin-µ-dihidroksodikobaltat(III)
- [M(AA)2X2]
: ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor sama dan 2 ligan
monodentat sejenis
Bis(etilendiamin)diklororhodium(III)
- [M(AA)X2Y2]
: ion pusat mengikat 1 ligan bidentat dengan atom donor sama, dan 2
jenis ligan monodentat masing-masing 2
Diamminetilendiammindiklorokobaltat(III)
-
[M(AAAAAA)] : ion pusat mengikat 1 ligan heksadentat
[Co(EDTA)]-
-
[M(ABCDEF)] : ion pusat mengikat 6 ligan monodentat
[Pt(py)(NH3)(NO2)(Cl)(Br)(I)]
1.
2. Isomer struktur
2.
Isomer koordinasi
Terdapat dalam senyawa yang kation maupun anionnya merupakan ion
kompleks sehingga ligan pada kation dapat dipertukarkan dengan ligan pada
anion.
Contoh : [Co(NH3)6][Cr(C2O4)3]
dengan [Co(C2O4)3][Cr(NH3)6]
1.
Isomer ionisassi
Terdapat dalam senyawa-senyawa kompleks dengan komposisi kimia
yang sama, tetapi jika dilarukan menghasilkan jenis ion yang berbeda.
Contoh : [Co(NH3)4(Br)(NO2)]Cl
dengan [Co(NH3)4(Cl)(NO2)]Br
1.
Isomer ikatan
Senyawa kompleks memiliki isomer ikatan jika mengandung ligan
momodentat yang memiliki 2 macam atom donor.
Contoh : [(NH3)5Co-NO2)]Cl2 dengan [(NH3)5Co-ONO)]Cl2
FILED UNDER KIMIA
KOORDINASI
MAY 16, 2010 LEAVE A COMMENT
Dikenal 2 macam kestabilan senyawa kompleks, yaitu kestabilan
termodinamika dan kestabilan kinetika. Kestabilan termodinamika menunjuk pada
perubahan energi bebas Gibs (∆G) yang terjadi dalam perubahan dari reaktan
menjadi produk, sedang kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#)
pada substitusi reaksi pertukaran ligan.
IV.1
Kestabilan Termodinamika
Kestabilan termodinamika senyawa kompleks lebih sering
dinyatakan dengan konstanta kesetimbangan (ingat ∆G = -RT ln K) dalam reaksi
ion logam terhidrasi dengan ligan yang sesuai selain air. Harga K memberikan
gambaran tentang konsentrasi relatif masing-masing spesies dalam kesetimbangan.
Jika harga K besar berarti konsentrasi kompleks jauh lebih besar dibanding
konsentrasi komponen-komponen pembentuknya. Suatu kompleks stabil bilamana
harga K dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut besar.
Kompleks logam terbentuk dalam larutan melalui tahap-tahap
reaksi, dan konstanta kesetimbangan dapat ditulis untuk masing-masing tahap.
Misalnya untuk reaksi pembentukan Cu(NH3)42+ :
[Cu(H2O)4]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)3(NH3)]2+ K1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+)(
NH3)
[Cu(H2O)3(NH3)]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ K2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/[Cu(H2O)3(NH3)]2+(
NH3)
[Cu(H2O)2(NH3)2]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ K3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/[Cu(H2O)2(NH3)2]2+(
NH3)
[Cu(H2O)(NH3)3]2+ + NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ K4 = ([Cu(NH3)4]2+)/[Cu(H2O)(NH3)3]2+(
NH3)
Konstanta kesetimbangan juga dapat ditulis secara keseluruhan
(over-all stability consant) denga notasi β. Untuk reaksi tersebut di atas :
[Cu(H2O)4]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)3(NH3)]2+ β 1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+)
( NH3)
[Cu(H2O)4]2+ + 2NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ β 2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/([Cu(H2O)4]2+)
( NH3)2
[Cu(H2O)4]2+ + 3NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ β 3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/([Cu(H2O)4]2+)
( NH3)3
[Cu(H2O)4]2+ + 4NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ β 4 = ([Cu(NH3)4]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)4
Dengan sedikit penjabaran matematis akan diperoleh hubungan :
β 1 = K1
β 2 = K1. K2
β 3 = K1. K2.K3
β4 =
K1. K2.K3.K4
Dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut seringkali ligan H2O
tidak ditulis karena jumlah molekul H2O yang menghidrasi
masing-masing ion pada umumnya belum diketahui secara pasti, molekul-molekul
air tidak mempengaruhi konstanta kesetimbangan (walaupun terlibat dalam
reaksi), dan dalam larutan encer aktivitas air dapat dianggap 1.
IV.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks
1. Aspek ion pusat
a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom)
Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat
bertambah
b. CFSE (energi psntabilan medan ligan)
Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena
CFSE pada dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang
diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. Pengaruh CFSE terhadap K dapat dilihat pada diagram
berikut.
Bulatan-bulatan pada gambar tersebut adalah harga log K relatif
masing-masing logam bedasarkan eksperimen, sedang garis putus-putus merupakan
kecenderungan harga log K secara teoritis dengan tanpa memperhitungkan CFSE.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan
tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya
berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran
kecil
2. Aspek ligan
a. Efek khelat
Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat analog
(yang atom donornya sama). [Ni(en)3]3+dengan β3 sebesar 4.1018 adalah lebih stabil dibanding
[Ni(NH3)6]3+ β6 sebesar 108
a. Ukuran cincin
Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5 adalah
yang paling stabil, tetapi jka ligan memiliki ikatan rangkap,
maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6.
b. Hambatan ruang (steric effect)
Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding
ligan-ligan tak bercabang yang analog.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan
tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal
dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil
IV.3 Kestabilan
Kinetika.
Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#)
pada substitusi reaksi pertukaran ligan. Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G# semakin besar. Kompleks yang ligannya
dapat digantikan oleh ligan lain dengan cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 oC dan konsentrasi larutan
0,1 M) disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung
lambat disebut kompleks inert (lembam).
Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak
stabil bersifat labil, namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu
kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh, CN- membentuk kompleks yang sangat stabil
dengan Ni2+, hal ini tercermin dari harga K yang besar untuk reaksi
berikut :
[Ni(H2O)6]2+ + 4CN- ↔
[Ni(CN-)4]2- +
6H2O
Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel 13CN- , ternyata terjadi reaksi pertukaran
ligan yang sangat cepat antara CN- dengan 13CN- seperti ditunjukkan pada persamaan
reaksi berikut :
[Ni(CN-)4]2- + 4 13CN- ↔ [Ni(13CN-)4]2- + 4CN-
Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH3)6]3+ tidak stabil dalam larutan asam,
sehingga reaksi berikut hampir sempurna berjalan ke kanan.
4[Co(NH3)6]3+ + 20H+ + 26H2O
↔ 4[Co(H2O)6]3+ + 24NH4+ + O2
Akan tetapi [Co(NH3)6]3+ dapat tinggal dalam larutan asam pada
suhu kamar selama beberapa hari dengan tanpa terjadi perubahan.
Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin
keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert..
Kestabilan kinetika kompleks oktahedral dapat diprediksi
berdasarkan Aturan Taube, yaitu :
§ Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya
- mengandung elektron pada orbital eg atau
- mengandung elektron pada orbital d
kurang dari 3.
§ Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya
- tidak
mengandung elektron pada orbital eg dan
-
mengandung elektron pada orbital d minimal 3.
Aturan Taube tersebut logis dan dapat dinalar. Kompleks yang
mengandung elektron pada orbital eg labil, karena elektron tersebut
posisinya dekat (behadapan langsung) dengan ligan sehingga memberikan tolakan
yang signifikan terhadap ligan dan dengan demikian ligan tersebut relatif mudah
lepas dan digantikan oleh ligan lain. Kompleks yang mengandung elektron pada
orbital d kurang dari 3 labil, karena pada kompleks tersebut masih terdapat
minimal 1 orbital t2g yang
kosong dimana ligan pengganti dapat mendekati ion pusat dengan tolakan yang relatif
kecil.
Prediksi
kestabilan kinetika berdasarkan Aturan Taube
Sistem
(low spin)
|
CFSE, ∆o
|
Prediksi
|
|
elektron pada eg
|
jumlah e pada orbital d
|
||
d0
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
|
tak ada
tak
ada
tak
ada
tak
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
|
< 3
<
3
<
3
3
>
3
>
3
>
3
>
3
>
3
>
3
>
3
|
labil
labil
labil
inert
labil
labil
labil
labil
labil
labil
labil
|
Prediksi
kestabilan kinetika berdasarkan Perubahan CFSE
(kompleks inert jika Perubahan CFSE berharga positif)
Sistem
(low spin)
|
CFSE, ∆o
|
Perubahan CFSE, ∆o
|
||
Oktahedral
|
Piramida bujursangkar
|
Harga
|
Kesimp.
|
|
d0
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
|
0
0,4
0,8
1,2
0,6
0
0,4
0,8
1,2
0,6
0
|
0
0,45
0,91
1,0
0,91
0
0,45
0,91
1,0
0,91
0
|
0
-0,05
-0,11
+0,2
-0,31
0
-0,05
-0,11
+0,2
-0,31
0
|
labil
labil
labil
inert
labil
labil
labil
labil
inert
labil
labil
|
FILED UNDER KIMIA
KOORDINASI
MAY 15, 2010 LEAVE A COMMENT
V.1
Reaksi Substitusi
Reaksi substitusi adalah reaksi di mana 1 arau lebih ligan dalam
suatu kompleks digantikan oleh ligan lain. Karena ligan memiliki pasangan
elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik (menyukai inti atom), maka reaksi
tersebut juga dikenal sebagai reaksi substitusi nukeofilik (SN).
Berdasarkan mekanismenya reaksi substitusi dapat dibedakan
menjadi :
1.
SN1 (lim)
2.
SN1
3.
SN2
4.
SN2 (lim)
1.
SN1 (lim) : substitusi nukleofilik
orde-1 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan pemutusan salah satu ligan, ini
berlangsung lambat sehingga merupakan tahap penentu reaksi (rate determining
step). Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) hanya dipengaruhi oleh jenis
kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[Co(CN-)5(H2O)]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- + H2O
Diperoleh data harga k untuk berbagai ligan pengganti (Y-)
sebagai berikut :
ligan pengganti (Y-)
|
k (detik-1)
|
Br-
I-
SCN-
N3-
H2O-
|
1,6 . 10-3
1,6
. 10-3
1,6
. 10-3
1,6
. 10-3
1,6
. 10-3
|
Mekanisme reaksi :
[Co(CN-)5(H2O)]2- ↔ [Co(CN-)5]2- +
H2O
(lambat)
[Co(CN-)5]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- (cepat)
Persamaan laju reaksi : r = k ([Co(CN-)5(H2O)]2-)
1.
SN1 : substitusi nukleofilik orde-1
Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun
pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti
sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan (walaupun sangat lemah)
antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama
laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti dan
hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan
pengganti. Harga k terutama ditentukan oleh jenis ion kompleks, namun jika
jenis ligan pengganti divariasi ternyata memberikan sedikit pengaruh seperti
tersaji pada tabel berikut :
ligan
pengganti (Y-)
|
k
|
|
[Ni(H2O)6]2+
|
[Co(H2O)6]2+
|
|
SO42-
Glisin
Diglisin
imidazol
|
1,5
0,9
1,2
1,6
|
2
2,6
2,6
4,4
|
1.
SN2 : substitusi nukleofilik orde-2
Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun
pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti
baru mulai melemah sudah terjadi pembentukan ikatan yang sudah hampir sempurna
antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama
laju reaksi adalah pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti
dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pemutusan ikatan antara ion pusat dengan
ligan terganti.
1.
SN2-lim : substitusi nukleofilik
orde-2 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan pembentukan ikatan yang sempurna
antara ion pusat dengan ligan pengganti, dilanjutkan dengan pemutusan ligan
terganti. Dengan demikian zantara (intermediate) merupakan kompleks koordinasi
5. Konstanta laju reaksi (k) dipengaruhi baik oleh jenis kompleks maupun oleh
jenis ligan pengganti.
Contoh :
[PtCl4]2- +
X- ↔
[PtCl3X-]2- +
Cl-
Mekanisme :
[PtCl4]2- +
X- ↔
[PtCl4X-]2- (lambat)
[PtCl4X-]2- ↔
[PtCl3X-]2- + Cl- (cepat)
Persamaan laju reaksi : r = k ([PtCl4]2-)2(X-)
Untuk reaksi SN2 (lim) tersebut dapat disusun urutan laju reaksi
untuk bebagai ligan pengganti (Y-), dimana perbandingan laju reaksi
bilamana digunakan ligan PR3 :
OR- = 107 : 1
Reaksi substitusi pada kompleks oktahedral pada umunya
berlangsung melalui mekanisme SN1 dan SN1-lim (mekanisme disosiatif),
sedang substitusi pada kompleks bujursangkar pada umunya berlangsung
melalui mekanisme SN2 dan SN2-lim (asosiatif). Hal ini dapat dipahami mengingat
kompleks koordinat 6 sudah cukup crowded dan tidak ada tempat lagi bagi ligan
pengganti untuk bergabung sehingga dihasilkan kompleks koordinat 7. Adapun
untuk kompleks bujursangkar masih tersedia ruangan yang cukup longgar bagi
ligan pengganti untuk bergabung membentuk intermediate berupa kompleks
koordinat 5.
V.2
Reaksi Redoks
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) adalah reaksi dimana terjadi
perubahan btlangan oksidasi pada ion-ion pusatya. Berdasarkan mekanismenya
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism)
dan mekanisme bola luar (outer sphere mechanism).
a.
Mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism)
Mekanisme bola dalam juga disebut mekanisme
perpindahan ligan karena perpindahan elektron dalam
reaksi ini juga disertai dengan perpindahan ligan. Selain itu juga dikenal
sebagai mekanisme
jembatan ligan karena kompleks teraktivasinya
merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat
reaktan. Mekanisme ini terjadi antara dua kompleks di mana kompleks yang 1
innert dan yang lain labil.
Contoh :
[Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ + 5H3O+ ↔ [Co(H2O)6]2+ + [CrCl(H2O)5]2+ + 5NH4+
Dalam reaksi tersebut tejadi perpindahan elektron dari Cr(II) ke
Co(III) disertai dengan perpindahan ligan Cl- dari Co(III) ke Cr(II).
Jika dalam reaksi digunakan [Co(NH3)5*Cl]2+ dan juga ditambahkan Cl- ke dalam larutan tenyata yang
dihasilkan adalah [Cr*Cl(H2O)5]2+ dan bukan [CrCl(H2O)5]2+ , artinya Cl- yang terikat pada Cr adalah Cl- yang semula terikat oleh Co. Untuk
menjelaskan hal itu, H.Taube mengusulkan bahwa kompleks teraktivasi merupakan
kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan,
yaitu [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+.
Jadi Cl berfungsi sebagai “kabel” untuk perpindahan elektron dari Cr(II) ke
Co(III) sehingga masing-masing berubah menjadi Cr(III) ke Co(II). Setelah
terjadi perpindahan elektron jari-jari Cr mengecil (karena muatan positif
bertambah), sebaliknya Co membesar (karena muatan positif berkurang). Akibatnya
daya tarik Cr(III) terhadap ligan Cl- lebih besar dibanding daya
tarik Co(II) terhadap ligan Cl- dan setelah ikatan putus Cl- terikat oleh Cr(III).
Mekanisme :
[Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ ↔ [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+ + H2O
[(NH3)5Co-Cl- Cr(H2O)5]4+ ↔ [(NH3)5Co]2+ + [Cl-Cr(H2O)5]2+
[(NH3)5Co]2+ + 5H3O+ + H2O
↔ [Co(H2O)6]2+ + 5NH4+
Fakta lain yang mendukung usulan Taube tersebut adalah bahwa
jika digunakan ligan yang lebih konduktif (lebih polar atau memiliki
ikatan rangkap, ternyata reaksi berlangsung lebih cepat :
VI- >
VBr- >
VCl-
V-CH=CH-CH-COO- >
V-CH2-CH2-CH2-COO-
b.
Mekanisme bola luar (outer sphere mechanism)
Dalam mekanisme ini hanya terjadi perpindahan electron dan tidak
disertai dengan perpindahan ligan, sehingga juga dikenal sebagai mekanisme
perpindahan electron. Mekanisme ini terjadi dalam reaksi antara 2 kompleks yang
inert.
Contoh :
[*Fe(CN)6]4- + [Fe(CN)6]3- → [*Fe(CN)6]3- + [Fe(CN)6]4-
Karena kedua kompleks bersifat innert, maka pelepasan
berlangsung lambat. Adapun elektron, dapat berpindah dengan sangat cepat (jauh
lebih cepat dari perpindahan ligan) ; oleh karena itu tidak mugkin terjadi
kompleks teraktivasi jembatan ligan. Dalam hal ini akan ditinjau 2 kemungkinan
mekanisme :
§ Kedua kompleks saling mendekat kemudian diikuti oleh
perpindahan elektron dari Fe(III) ke *Fe(II).
Jika hal ini terjadi maka akan tejadi kompleks *Fe(II) dengan ikatan
logam-ligan yang perlalu pendek, dan kompleks Fe(III) dengan ikatan logam-ligan
yang perlalu panjang. Kedua produk tersebut memiliki tingkat energi yang tinggi
(tak stabil), sehinga diduga tidak tejadi.
§ Kedua kompleks terlebih dahulu membentuk ompleks yangh
simetris. Ikatan logam-ligan pada *Fe(II)
agak mengkerut sedang pada Fe(III) agak mulur. Hal ini juga memerlukan energi
tetapi relatif sedikit. Setelah kedua kompleks bergeometri sama (keadaan
teaktivasi elektron berrpindah dari Fe(III) ke *Fe(II) melalui ligan-ligan
kedua kompleks yang saling berdekatan. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa
jika perbedaan panjang ikatan logam-ligan dalam kedua kompleks semakin besar
tenyata ternyata reaksi berlangsung semakin lambat.
Pereaksi
|
K (pada suhu 25 oC)
|
[*Mn(CN)6]4- + [Fe(CN)6]4-
[*Fe(CN)6]3- + [Fe(CN)6]4-
[*Co(NH3)6]2+ + [Co(NH3)6]3+
|
> 106 mol detik-1
≈
105 mol detik-1
≈
104 mol detik-1
|
V.3
Pengaruh Trans
Dalam reaksi substitusi pada kompleks platinum teramati bahwa
laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat gugus yang berada pada posisi trans
dari ligan terganti. Ligan-ligan dapat diurutkan berdasarkan ”pengaruh trans”,
yaitu kemampuan melabilkan ligan lain yang berada pada posisi trans untuk siap
digantikan. Dalam daftar berikut ligan diurutkan mulai dari yang memiliki
”pengaruh trans” paling kuat, : CO, CN-, C2H4 > PR3, H-, RO
> CH3-, SC(NH2)2> C6H5,
NO2-, I-, SCN- > Br- > Cl- > NH3, Py, RNH2,
F- > OH- > H2O.
Contoh :
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
NH3 Cl
NH3 NH3
Cis
Penjelasan : – Pada penambahan pertama, NH3 menggantikan Cl di sembarang posisi
- Pada penambahan kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans
lebih kuat dibanding NH3 maka
salah satu ligan (selain NH3) yang berada pada posisi trans terhadap
Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks cis.
NH3 NH3 NH3 NH3 NH3 Cl
NH3 NH3 Cl
NH3 Cl
NH3
Trans
Penjelasan : - Pada penambahan pertama, Cl
menggantikan NH3 di
sembarang posisi
- Pada penambahan kedua, karena Cl memiliki pengaruh
trans lebih kuat dibanding NH3 maka
salah satu ligan yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3,
sehingga diperoleh kompleks trans
WARNA
|
WARNA KOMPLEMEN
|
Hijau kekuningan
Hijau
Biru
kehijauan
Hijau
kebiruan
Biru
Biru
keunguan
|
Ungu kebiruan
Ungu
kemerahan
Merah
Oranye
Kuning
keoranyean
Kuning
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar