Menurut
 saya gaya kepemimpinan soeharto sangat otoriter, sehingga soeharto 
lebih cenderung mmemusatkan perhatiannya ke bidang produksi, tanpa 
memperhatikan hubungan dengan bawahannya.
Hal tersebut diperjelas dengan sikapnya yang
 punya visi dan misi. Target jangka pendek dan jangka panjangnya sangat 
jelas. Mahir dalam strategi, detailis dan pandai dalam menggunakan 
kesempatan. Pembawaaannya formal dan tidak hangat dalam bergaul. 
Soeharto tidak kenal teman, pendukung, atau sekutu lama. Dia sangat 
ruthless memecat dan minyingkirkan orang yang dia pandang tidak berguna 
atau tampil sebagai rival.
Pemerintahan
 Soeharto yang di sebut Orde Baru memang mengambil alih kekuasaan dalam 
keadaan politik yang kacau, termasuk ketidakpastian ekonomi rakyat 
karena harga yang meningkat pesat dan tidak terjangkau oleh daya beli 
rata-rata masyarakat luas. Karena itu, sampai beberapa tahun kekuasaan 
beralih masalah ekonomi masih menjadi persoalan yang pelik.
Pemerintahan
 Soeharto pada waktu itu seperti tidak ada pilihan lain, kecuali 
mengubah dengan ekstrem fokus pembangunan di bidang ekonomi dengan cara 
yang luar biasa untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dan transformai menuju
 industrialisasi. Ide gagasan awal dari pola gerakan pembangunan ekonomi
 yakni pertumbuhan ekonomi akan menetes ke bawah dan tidak ada 
pemerataan tanpa pertumbuhan ekonomi, walaupun pada akhirnya yang dibagi
 hanya kemiskinan kepada masyarakat Indonesia. Permasalahan selanjutnya 
ketika pertumbuhan ekonomi benar-benar tercapai pada fase pertengahan 
kepemimpinan Soeharto sekitar 7-8% pada tahun 1967-1981, tetapi 
nampaknya tetap saja pemerataan tertinggal jauh di belakang. Landasan 
pembangunan ekonomi Soeharto, pada akhirnya mengakibatkan partisipasi 
masyarakat dalam sistem pemerintahan dianggap lebih mengganggu proses 
pembangunan.
Pada
 masa pemerintahan Soeharto, rakyat tidak bebas dalam bersuara, 
kebebasan rakyat dibatasi dengan banyak aturan, dalam berorganisasipun 
diatur oleh pemerintah secara nyata.  Media Pers dibungkam dengan
 lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya 
peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa 
yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu 
organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. 
Sedangkan untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera diberlakukannya NKK/BKK
 (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). 
Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan
 kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang 
diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat. 
Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.
Sedangkan
 demi terwujudnya Negara yang bebas dari unsure PKI, Soeharto tak 
segan-segan dalam memberantas unsure PKI. Tindakan pembersihan dari 
unsur-unsur komunis
 (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di 
Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu 
"tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap 
minoritas Tionghoa Indonesia.
 Belum lagi penculikan terhadap keluarga anggota PKI. Disini terlihat 
sekali bagaimana ambisiusnya seorang Soeharto untuk mewujudkan misi dan 
visinya tanpa menghiraukan hubungannya dengan masyarakat.
Ambisi yang lainnya saat menjadikan  Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente Revolucinaria De Timor Leste Independente
 /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila 
dibiarkan merdeka. Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu 
korban jiwa sipil. Sistem otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya populer dengan sebutan "Bapak", yang pada jangka panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di DPR kala itu disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau "Asal Bapak Senang". Pemerintahan bagai dimonopoli agar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Soeharto.
Disini
 dapat dilihat bahwa dalam gaya kepemimpinan Managerial Grid, gaya 
kepemimpinan Soeharto masuk ke dalam Grid 9.1. Seorang pemimpin disebut 
sebagai pemimpin yang menjalankan tugasnya secara otokratis. Pemimpin 
semacam ini hanya mau memmikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi 
pelaksanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung 
jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Dan gaya 
kepemimpinanya lebih menonjol otokratisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar