Prolog
Kepala sekolah dan guru merupakan faktor cukup penting
dalam keberhasilan manajemen pendidikan. Sebagaimana dipahami bahwa suatu
organisasi akan dipengaruhi oleh perubahan perilaku anggota organisasi
tersebut, maka peran individu pada kehidupan organisasi dapat mewarnai pola
perilaku organisasi. Hal ini sejalan dengan pandangan Owens (1987) bahwa
terdapat hubungan sistemik antara karakteristik manusia dalam organisasi dan
karakteristik organisasi itu sendiri. Lebih lanjut dalam konteks ini diperkuat
oleh Luthans (1992) yang menyebutkan keterkaitan atau keterhubungan antara
perilaku organisasi terhadap teori organisasi yang berada pada tataran
teoritis, juga terhadap pengembangan organisasi dan SDM (personalia) pada
kawasan terapan. Oleh karena itu guru dan kepala sekolah sebagai bagian dari
anggota organisasi sistem persekolahaan dalam tataran konsep manajemen
pendidikan berperan cukup vital dan menentukan keberhasilan sekolah. Hampir
tidak ada bantahan bahwa sekolah yang dinilai berhasil sudah barang tentu
memiliki kepala sekolah dan atau guru yang kompeten dalam mengelola
pembelajaran dan pendidikan (Mantja 2010).
Kompetensi non akademik (emotional competence)
yang diejawantahkan dalam kecakapan soft skills seperti telah diuraikan panjang
lebar pada bab-bab sebelumnya sangat diperlukan. Terlebih lagi bagi kepala
sekolah dan guru juga yang merupakan motor penggerak dan pengendali proses
kegiatan manajemen pendidikan baik di tataran kelas (mikro) maupun tararan
makro seperti tujuan sekolah dan pendidikan. Dalam konteks ini maka
karakteristik perilaku kepala sekolah dan guru hendaknya didasari penguasaan (skilled
knowledge) soft skils yang dilandasai penguatan pada kecerdasan
emosional (EI).
- Peranan Kepala Sekolah
Dewasa ini kecakapan emosional sangat dibutuhkan baik
bagi kesuksesan individu maupun
organisasi. Sebagai contoh, dalam suatu studi di 42
sekolah di Inggris membuktikan bahwa
pimpinan sekolah yang menunjukkan berbagai kemampuan
EI dapat meningkatkan sikap
positif para guru dan keberhasilan prestasi belajar
para siswa (Goleman 2005). Pimpinan
sekolah yang efektif tidak hanya menciptakan iklim
sekolah yang kondusif untuk berprestasi
tetapi juga bagi pembiasaan (attunement)
aktivitas guru kearah kerjasama tim yang baik.
Kompetensi emosional pada intinya terdiri dari dua
kelompok besar yakni kompetensi personal dan kompetensi sosial. Lebih lanjut,
model kompetensi Goleman menguraikan EI menjadi 5 ranah atau dimensi EI. Dari
kelima dimensi ini diurai menjadi 25 sub kompetensi. Tiga dimensi -Kesadaran
Diri, Pengendalian Diri dan Motivasi- termasuk dalam kompetensi personal yang
mengetahui dan mengelola emosi diri. Sedangkan dua dimensi lainnya Empati dan
Kecakapan Sosial dinyatakan sebagai kompetensi sosial yang berupaya mengenal
dan mengelola emosi orang lain.
Dalam kaitan kompetensi emosional ini paling tidak
uraian Goleman tentang budak nafsu berkaitan dengan personal kompetensi.
Apabila seseorang berhasil mengendalikan kecemasan, amarah dan kesedihan dengan
baik, maka hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi
personal orang tersebut.
Dalam konteks yang lebih umum dan populer kecakapan
emosional merupakan "engine" bagi pengembangan program-program
pelatihan yang bersifat soft skills (kecakapan pendukung). Kepiawaian
seseorang di tempat kerja. misalnya berinteraksi dengan orang lain di
ejawantahkan dalam bentuk kerjasama yang efektif dan produktif. Soft skills
memungkinkan manajer secara efektif memberikan semangat, membimbing dan
mendelegasikan berbagai hal kepada / terhadap orang lain.
Dengan kecakapan pendukung yang baik orang di segala
tingkatan akan dapat menggunakan tugas fungsional (technical know-how)
secara penuh tanpa adanya halangan yang disebabkan oleh isu hubungan antar
personal yang dapat menghambat produktivitas. Dalam konteks bahasan ini
kecakapan pendukung dapat dipelajari dan dikembangkan paling tidak dengan
mengendalikan berbagai emosi negatif seperti amarah, kecemasan dan kesedihan.
Apabila sesorang terampil dalam mengelola ketiga bentuk emosi ini, maka
kesuksesannya dapat di ejahwantahkan dalam kecakapan pendukung.
B. Peranan Guru
Disamping penguasaan soft skills yang dapat
ditularluaskan kepada peserta didik melalui kegiatan pembelajaran dan non
pembelajaran, guru perlu menaruh perhatian pada keunikan peserta didik. Salah
satu upaya agar proses pembelajaran lebih efektif, efisien dan memiliki daya
tarik adalah dengan merancang dan mengembangkan strategi pembelajaran yang
merupakan bagian penting dari disiplin teknologi pembelajaran. Strategi
pembelajaran yang efektif, efisien dan memiliki daya tarik akan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran (Degeng 1989, Reigeluth 2005). Daya tarik pembelajaran
harus mampu memotivasi siwa untuk belajar. Untuk menjadikan pembelajaran
menarik peran guru sangat penting. Kepiawaian guru sangat diperlukan dalam
mengelola pembelajaran secara baik yang membuat variabel motivasional siswa
meningkat. Disinilah andil guru dalam menyampaikan isi matapelajaran dengan
baik
Peran guru sebagai bagian dari variabel-variabel
eksternal cukup berpengaruh dan penting bagi terciptanya suasana pembelajaran
yang menyenangkan dan mendidik. Guru dalam proses belajar mengajar merupakan
unsur penguat motivasi siswa dalam belajar. Tindakan guru dan perhatiannya
terhadap siswa memiliki dampak positif bagi bertumbuh-kembangnya minat siswa
terhadap matapelajaran dan keinginanmya untuk belajar. Komponen siswa sebagai
bagian tak terpisahkan dari sejumlah komponen pembelajaran lainnya merupakan
unsur unik yang perlu diperhatikan oleh guru. Oleh karena itu seorang guru
harus mampu mengenali perkembangan psikologis yang tengah terjadi pada diri
para siswa.
Pemahaman guru terhadap keunikan kepribadian siswa ini
diperlukan dalam upaya menetapkan strategi pengorganisasian, penyampaian hingga
pada strategi pengelolaan kelas yang memperhatikan berbagai persoalan psikologis
individual (siswa). Karakteristik siswa merupakan kajian yang tak terpisahkan
dalam variabel-variabel metode pembelajaran disamping 2 kelompok lainnya yaitu
(1) tujuan dan karakteristik bidang studi; (2) kendala dan karakteristik bidang
studi (Degeng, 1989).
Epilog
Organisasi pendidikan baik itu persekolahan maupun
perguruan tinggi selama ini kurang menaruh perhatian pada pengembangan soft
skills peserta didik. Tumbuhkembang soft skills siswa/mahasiswa dilandasi
pula atas kepiawaian soft skills para guru/dosen. Oleh karena itu
disarankan agar para pihak pemangku kepentingan manajemen pendidikan perlu
menciptakan kondisi kondusif bagi aktualisasi dan mengembangkan kecakapan softskills.
Perilaku organisasi yang berkaitan erat dengan
karakteritisk anggota organisasi serta pencapaian tujuan organisasi itu
sendiri. Dalam konteks persekolahaan perilaku dan kecakapan kepala sekolah/guru
baik teknis & non teknis harus sinkron dan saling melengkapi. Selama
bertahun-tahun guru dan pendidik sering berkutat pada pengembangan nilai-nilai
kognitif semata. Sentuhan-sentuhan potensi yang terdapat dalam teori Multiple
Intellegences termasuk kecerdasan emosional dan kecakapan softskills
kurang terperhatikan dengan baik dan benar. Oleh sebab itu jika sekolah-sekolah
tidak segera merubah dirinya ke arah yang lebih baik, maka fungsi sekolah bisa
diganti oleh lembaga atau institusi lain yang lebih responsif terhadap
kebutuhan belajar masyarakat. Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah membuat
individu ingin melakukan sesuatu bukan menyuruhnya atas apa yang harus
dilakukan. Menciptakan lingkungan pendidikan yang nyaman, suasana menyenangkan,
menantang dan menggugah minat belajar peserta didik merupakan misi penting
pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar