Perilaku Kepemimpinan
Kepala Sekolah menunjuk pada gaya dan strategi seorang kepala sekolah
melaksanakan tugas kepemimpinan kepala sekolah. Diantara perilaku kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif, dapat dilihat pada gaya kepemimpinan yang
transaksional, transformasional, dan visioner. Implementasi dari penerapan
perilaku kepemimpinan model itu dapat memberi dorongan atas berkembangnya
kinerja profesional guru.
Sekolah sebagai
institusi sosial, selain berperan memenuhi harapan sistem, juga ada fenomena
perilaku sosial. Syafaruddin (2008), mengemukakan bahwa perilaku sosial sebagai
akumulasi interaksi antar individu menjadi kebiasaan sistem.
Demikian halnya Miftah
Thoha (1983) dan Abdul Azis Wahab (2008) menyatakan perilaku adalah suatu
fungsi dari interaksi individu dengan lingkungannya. Dengan demikian organisasi
sekolah sebagai sebuah sistem, dipengaruhi oleh faktor luar disamping faktor
internal yang turut mempengaruhi kinerja guru dalam pelaksanaan tugasnya.
Otoritas guru dalam pembelajarannya turut berkembang, sejalan dengan masuknya
pengaruh luar kedalam sistem sekolah.
Organisasi sekolah
sebagai suatu sistem sosial pada dasarnya merupakan suatu kerangka kerja dimana
manajemen pendidikan bekerja dengan fungsi-fungsinya. Implementasi dari
fungsi-fungsi tersebut akan menggambarkan bagaimana gaya (dan atau perilaku)
kepemimpinan kepala sekolah didalam mengelola organisasi sekolah.
Kepala sekolah adalah
pimpinan yang menjalankan perannya dalam memimpin sekolah sebagai lembaga
pendidikan, dan berperan sebagai pimpinan pendidikan. Secara umum pimpinan
pendidikan dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang diterapkan dalam bidang
pendidikan. Pengertian dari kepemimpinan itu sendiri pada dasarnya mempunyai
sifat yang umum dan hal itu juga dapat berlaku dalam bidang pendidikan. Secara
lebih khusus bila diterapkan pada organisasi pendidikan seperti sekolah, maka
kepemimpinan pendidikan dalam tataran organisasi sekolah akan berkaitan dengan
ke pemimpinan kepala sekolah (school leader/principal), hal ini disebabkan
kepala sekolah merupakan orang yang punya otoritas dalam mengelola sekolah guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan Kepala sekolah, sebagai pemimpin
pendidikan dituntut untuk mengembangkan sikap/perilaku dan nilai-nilai
kepemimpinan yang diperlukan disekolah, dan mampu menggerakkan bawahannya untuk
melakukan perubahan sesuai tuntutan stakeholders. Pemimpin sekolah yang
menekankan pada kreativitas, kepercayaan serta kontribusi bagi masyarakat
sebagai perilaku kepemimpinan yang situasional dan efektif amat diperlukan
dalam suatu organisasi sekolah. Saat ini perilaku kepemimpinan yang situasional
dan efektif untuk diterapkan adalah tipe kepemimpinan visioner, transformative
dan transaksional.
Menurut Komariah dan
Triatna (2006) ketiga tipe kepemimpinan di atas memiliki titik konsentrasi yang
khas sesuai dengan jenis permasalahan dan mekanisme kerja yang diserahkan pada
bawahan. Dengan perilaku (gaya) kepemimpinannya itu, seorang kepala sekolah
akan mampu mengembangkan organisasi ke arah yang lebih profesional melalui
peningkatan kreativitas, kepercayaan dan kerjasamanya dengan masyarakat.
Perilaku pemimpin yang
demikian akan membawa perubahan organisasi ke arah yang lebih adaptif dalam
menghadapi berbagai perubahan lingkungan, sehingga orientasi ke masa depan
menjadi dominan pada perilaku kepemimpinannya.
Perilaku Kepemimpinan
transaksional (Komariah & Triatna, 2006), adalah perilaku kepemimpinan
kepala sekolah yang menekankan pada tugas bawahan. Perilaku kepemimpinan tipe
transaksional berpusat pada aspek-aspek procedural manajerial yang metodologis
dan fisik. Pemimpin mendisain pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf
melaksanakan tugas sesuai kemampuan dan keahliannya.
Pola hubungan yang
dikembangkan pada perilaku kepemimpinan ini didasarkan pada sistem timbal balik
(transaksi) yang saling menguntungkan (mutualisme). Parapemimpin memahami kebutuhan
dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari
para pengikutnya.
Dalam perilaku
kepemimpinannya, para pemimpin transaksional memandang bawahan sebagai manusia
X (teori X-Y McGregor), yakni suka menghindar dari pekerjaan. Sehingga mereka
percaya, bahwa bawahan lebih cenderung atau senang diarahkan, ditentukan
prosedurnya dan pemecahan masalahnya, daripada harus memikul sendiri tanggung
jawab atas segala tindakan dan keputusan yang diambil.
Pada perilaku
kepemimpinan inipun dikembangkan sistem reward dan punishment yang telah
disepakati bersama dalam kontrak kerja. Manakala para staf menunjukkan
produktivitas kinerja, maka mereka memperoleh contingent positif berupa
imbalan. Tetapi jika menunjukkan kegagalan atau kesalahan, maka akan dikenai
dorongan contingent negatif atau aversif, berupa hukuman sesuai kontrak.
Kelemahan perilaku kepemimpinan transaksional, para bawahan tidak cocok untuk
diserahi tanggung jawab merancang pekerjaan yang memerlukan inisiatif dan
prakarsa. Kelemahan lain, para pemimpin enggan membagi pengetahuannya kepada
staf karena menganggap pengetahuan itu sebagai dasar untuk melakukan koreksi
dan kritik moral yang kuat bagi perbaikan iklim kerja yang terlalu berorientasi
tugas dan mengabaikan aspekkemanusiaan.
Perilaku Kepemimpinan
kepala sekolah yang transformasional (Komariah &Triatna,2006), adalah
kepala sekolah yang memiliki wawasan jauh kedepan dan berupaya memperbaiki dan
mengembangkan organisasi sekolah saat kini dan saat mendatang. Pemimpin transformasional
disebut juga pemimpin visioner. Perilaku pemimpin transformasional merupakan
agen perubahan dan sebagai katalisator kearah perbaikan. Pemimpin
transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai luhur yang
perlu dibangun dan ditetapkan oleh seluruh staf, sehingga mereka merasa
memiliki dan berkomitmen dalam pelaksanaannya.
Bass dan Aviola (1994) dalam Aan Komariah dan Triatna
(2006) mengemukakan konsep ”4I” sebagai karakteristik perilaku kepemimpinan
transformasional. Keempat ”I” dimaksud antara lain:
- Idealized influence
- Inspirational motivation
- Intellectual stimulation
- Individualized consideration.
Idealized influence
adalah perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan percaya diri
(trust) dari bawahan. Terkandung makna saling berbagi resiko melalui
pertimbangan kebutuhan para staf diatas kebutuhan pribadi, dan perilaku moral
secara etis.
Inspirational
motivation, tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi
pekerjaan yang dilakukan staf dan memberi makna pekerjaan staf. Pemimpin
menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi melalui
perilaku yang dapat diobservasi staf. Pemimpin adalah motivator yang
bersemangat membangkitkan antusiasme dan optimisme staf.
Intellectual
stimulation yaitu perilaku kepemimpinan didasarkan atas perkembangan ilmu
pengetahuan dan secara intelektual menerjemahkannya kedalam kinerja produktif.
Pemimpin senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari para
staf dan mendorong staf mempelajari dan mempraktekkan pendekatan barudalam
melakukan pekerjaan (pendekaan inovasi).
Individualized
consideration, perilaku pemimpin yang selalu merefleksikan dirinya sebagai
seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindak lanjuti keluhan,
ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang diberikan staf. Perilaku
Kemimpinan Kepala Sekolah yang visioner (visionary leadership), adalah
kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan, mentrasformasikan,
dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya
atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota-anggota organisasi dan
stakeholder yang diyakini sebagai cita-cita organisasi sekolah dimasa depan
yang harus diraih dan diwujudkan melalui komitmen semua personal (Aan Komariah
dan Triatna, 2006). Indikator kepemimpinan visioner, ditandai oleh kemampuan
perilaku membuat perencanaan yang jelas, dan rumusan visinya menggambarkan
sasaran yang hendak dicapai oleh sekolah yang dipimpinnya. Visi dirumuskan
melalui kinerja kepemimpinan, dan dapat mengakomodasi kepentingan hubungan baik
diantara personal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta dalam meniti
karirnya, disamping menciptakan sistem pendidikan yang bermutu.
Visi pendidikan
mempengaruhi kinerja pendidikan. Visi sekolah mempengaruhi kinerja sekolah.
Visi menjadi trigger semangat meraih kemenanganpendidikan. Visi dapat mengisi
kehampaan, membangki tkan semangat, menimbulkan kinerja, bahkan mewujudkan
prestasi sekolah, apalagi ditengah-tengah tuntutan kemandirian berpikir dan
bertindak. Kepemimpinan ke pala sekolah yang visioner pada akhirnya menunjukkan
kepemimpinan efektif dan berkualitas.
Karakteristik pemimpin (kepala sekolah) yang
berkualitas antara lain:
- Memiliki integritas pribadi
- Memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga (sekolah) yang dipimpinnya
- Mengembangkan kehangatan, budaya, dan iklim organisasi (sekolah)
- Tegas dan adil dalam mengambil tindakan/kebijakan kelembagaan (sekolah).(Komariah & Triatna, 2006)
Starratt (2007),
menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah akan menjadi sangat efektif
apabila mengaktifkan kepemim pinan semua stakeholder, termasuk para siswa.
Starratt mencontohkan, bahwa visi sekolah yang berintikan pembentukan kepribadian
para siswa oleh para siswa sendiri, perlu membangkitkan kualitas kepemimpinan
dalam diri semua siswa. Partisipasi penuh mereka dalam karya sekolah, itulah
yang akan membuat sekolah sungguh-sungguh berhasil. Tugas kepala sekolah adalah
mengajak setiap orang ikut ambil bagian di dalam drama kehidupan sekolah. Dalam
mempertimbangkan dimensi Moral, Starratt (2007) menilai bahwa kategori
kepemimpinan transaksional dan transformasional dari Burn (1978) sangat
membantu.
Dalam pengamatan
Starratt (2007), Kepemimpinan transaksional sangat memperhatikan nilai moral
seperti kejujuran, keadilan, kesetiaan, dan tanggung jawab. Kepemimpinan
semacam ini membantu orang masuk kedalam kesepakatan yang jelas, tulus hati,
dan memperhitungkan hak-hak serta kebutuhan orang lain. Perilaku para pemimpin
ini, disamping memerankan sistem administrasi/manajemen mereka mendengarkan
keluhan dan perhatian berbagai patisipan, memutuskan perdebatan dengan adil,
membuat orang bertanggung jawab atas target kerja mereka, menyediakan sumberdaya
yang diperlukan demi pencapaian tujuan-tujuan sub unit, dan seterusnya.
Di lain pihak,
kepemimpinan transformasional melibatkan usaha mengangkat pandangan orang
melampaui kepentingan diri menuju usaha bersama demi tujuan bersama, sehingga
membuat orang bertindak atas nama kepentingan kolektif komunitasnya. Perilaku
pemimpin transformasional mengutamakan nilai-nilai kolektif yang lazim seperti
kebebasan, kesamaan, komunitas, keadilan, dan persaudaraan. Kepemipinan
transformasi mengubah perilaku, sikap, nilai, dan keyakinan-keyakinan operatif
yang berpusat pada diri sendiri menuju perilaku, sikap, keyakinan, dan nilai
yang lebih tinggi yang diikat oleh kekuatan komitmen kepentingan bersama.
Kepemimpinan kepala
sekolah menuntut pembaruan institusi secara terus-menerus dengan setiap hari
merealisasikan visi sekolah dalam berbagai kegiatan biasa atau spesifik, dan
juga dengan merestruktur visi secara periodik. Komunitas sekolah dituntut
secara serempak mengupayakan stabilitas di tengah-tengah kesimpangsiuran, mampu
beradaptasi, dan fleksibel sehingga tetap tanggap baik terhadap lingkungan
internal maupun eksternal yang dinamis. Para kepala sekolah perlu mengupayakan
stabilitas itu dalam pemahaman dan visi yang jelas, dan perlu membangun
fleksibilitas dalam hal-hal yang dianggap problematik. Starratt (2007)
mengusulkan ide praktek reflektif untuk memenuhi kebutuhan stabilitas maupun
adaptasi dengan pekerjaan kepala sekolah yang sukses.
Ketika setiap hari
kepala sekolah dan guru terlibat dalam upaya ”mengelola hal-hal yang
berantakan”, dan mengatasi krisis yang selalu muncul selama masa sekolah,
mereka perlu memahami apa masalahnya dan apa yang sedang mereka coba bereskan.
Tanpa pemahaman rasional, mereka akan hanyut dalam reaksi-reaksi instingtif
terhadap aneka masalah yang dihadapi, sehingga justru menambah masalah dan
beban stres mereka. Bersikap seimbang dan fokus harus selalu dimunculkan untuk
memulihkan stabilitas ditengah-tengah simpang-siur aktivitas sehari-hari,
sekaligus untuk memulihkan energi yang terus melemah Starratt (2007)
mengingatkan para kepala sekolah, untuk menyadari beberapa unsur dalam
landasannya sendiri, yakni bersikap adil membantu para guru, dan menyediakan
guru-guru terbaik bagi para siswa. Bagaimanapun ia harus berusaha menguntungkan
semuanya: guru untung, siswa untung, kepala sekolah untung, dan dewan guru pun
untung. Ia akan menghindari situasi dimana satu pihak diuntungkan dengan
mengorbankan pihak lain. Sadar akan banyaknya hal yang dipertaruhkan, ia lebih
mungkin mengarahkan situasi sehingga tidak merosot menjadi situasi untung rugi
atau menang kalah. Ia akan menghormati nilai-nilai mereka dan tidak akan
terpaksa untuk mengorbankan satu pihak demi enguntungkan yang lain.
Kepala sekolah yang
reflektif menurut Starrat (2007), menerapkan double loop learning. Kepala
sekolah akan melatih guru-guru, entah secara langsung atau melalui jasa
konsultan, dalam praktek duble loop learning. Dalam kelompok-kelompok,
guru-guru akan berlatih menggambarkan suatu masalah dan menganalisis konteks lebih
luas masalah itu dan dinamika dasarnya. Mereka dapat mulai dengan masalah
apapun dari sejumlah masalah di sekolah, lalu mengamati dinamika
multikulturalnya atau menyelidiki implikasinya bagi para orang tua, serikat
guru, anggaran, atau politik dewan sekolah. Jadi mereka akan lebih paham bahwa
masalah-masalah sekolah bersarang dalam suatu jarigan hubungan yang rumit.
Walaupun suatu keputusan boleh jadi lebih mendukung seseorang atau satu
kelompok saja, namun double-loop learning akan memandu orang memecahkan masalah
untuk meminimalkan dampak negatif pada yang lainnya.
Seorang kepala sekolah
yang berupaya menjaga visi tetap dekat dengan berbagai pilihan yang dibuat
setiap hari, akan tetap berpendapat bahwa salah satu dari outer loops dalam
double loop learning adalah visi. Ketika komunitas sekolah memecahkan masalah,
mereka harus menyertakan visi sebagai salah satu faktor konstektual yang perlu
diperhitungkan. Boleh jadi mereka membuat kebijakan yang mengabaikan arah yang
dikehendaki visi, namun minimal mereka menyadari bahwa mereka telah
bersungguh-sungguh membuat pilihan untuk itu
boleh minta daftar pustakanya?
BalasHapusdaftar pustanya adakah...
BalasHapus